Tuesday, February 23, 2010

“MENELAAH SEPAK TERJANG BAPEPAM DALAM MEMBERANTAS KEJAHATAN KERAH PUTIH DI PASAR MODAL”


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pasar modal (acapkali disebut dengan bursa efek) merupakan salah satu instrumen ekonomi yang sangat penting bagi masyarakat dalam hal investasi, sekaligus juga merupakan sumber pembiayaan bagi perusahan-perusahaan di Indonesia. Pasar modal dapat pula menjadi alat ukur bagi perkembangan perekonomian di tanah air dan cerminan tingkat kepercayaan investor domestik maupun internasional terhadap perangkat hukum dan kinerja pemerintah dalam dunia perekonomian.

 Sebagai instrumen ekonomi, pasar modal tidak luput dari penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu untuk memperkaya dirinya secara melawan hukum. Kejahatan di bidang pasar modal tergolong rumit dan sulit dibuktikan, apalagi diperkarakan di hadapan pengadilan—mengingat sifat pasar yang sangat sensitif terhadap fakta materil (baca:pemberitaan terkait jalannya proses peradilan) berupa informasi terkait pasar modal. Umumnya kejahatan yang terjadi di pasar modal dilakukan secara profesional oleh penjahat “kerah putih” [1] (white colar criminal), sedemikian sehingga para korbannya tidak merasa dirugikan oleh tindak kejahatan tersebut. Beberapa kejahatan yang terkait dengan pasar modal antara lain, perdagangan orang dalam (insider trading), penipuan (fraud in the market), dan manipulasi pasar (market manipulation).

 Mengingat pentingnya peranan pasar modal terhadap perekonomian Indonesia, diperlukan perangkat hukum yang tegas dan jelas untuk mengaturnya. Saat ini Indonesia memiliki Undang-undang khusus yang mengatur tentang pasar modal, yaitu UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Dalam rangka upaya pembinaan, pengaturan, dan pengawasan pasar modal, dibentuklah Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) yang keberadaan, tugas, dan wewenangnya diatur di dalam pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 UU No.8 Tahun 1995. Dengan adanya Bapepam beserta kewenangannya untuk memeriksa, menyidik, dan menjatuhkan sanksi administratif, diharapkan agar kejahatan yang terjadi dalam lingkup pasar modal dapat diberantas, atau sekurang-kurangnya dapat dicegah.

2. Perumusan Masalah
 Pasar modal perlu diproteksi, mengingat perannya yang sangat signifikan bagi perekonomian tanah air dan kerentanannya terhadap berbagai bentuk kejahatan kerah putih (white colar crime). Dalam rangka menjaga kredibilitas dan melindungi kepentingan masyarakat pemodal, diperlukan landasan hukum yang jelas dan penegakkan hukum yang tegas. Untuk itu, dibentuklah UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, yang memberikan tugas kepada Bapepam untuk membina, mengatur, dan mengawasi pasar modal, serta mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap setiap pelaku kejahatan di pasar modal. Berkaitan dengan hal ini, penulis memiliki beberapa pertanyaan:

a. Apa sajakah bentuk-bentuk kejahatan yang terhadi di pasar modal?
b. Apa tugas dan wewenang Bapepam?
c. Sejauh mana Bapepam menjalankan tugas dan wewenangnya?


3. Metodologi dan Sistematika Penulisan
 Makalah ini disusun dengan menggunakan metode legal-formal. Melalui metode ini, penulis mendasarkan diri pada peraturan perundang-undangan, khususnya UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan penjelasannya. Untuk memperjelas pokok-pokok tetentu, yang kiranya kurang dijelaskan di dalam peraturan perundang-undangan, penulis menggunakan sumber lain sebagai tambahan.
 Makalah ini terbagi ke dalam tiga bagian besar. Bab I adalah Pengantar. Di dalam bab ini, penulis memaparkan latar belakang, perumusan masalah, metode serta sistematika penulisan yang dimaksudkan agar pembaca dapat dihantar masuk ke dalam pokok permasalahan yang dibahas. Bab II adalah Pembahasan. Pada bab ini penulis memaparkan sejarah singkat pasar modal; sejumlah kejahatan di pasar modal; tugas dan wewenang Bapepam; dan analisis penulis atas sepak terjang Bapepam dalam memberantas kejahatan yang terjadi di pasar modal. Bab III adalah Penutup. Pada bagian ini, penulis merangkum pembahasan pada bagian-bagian sebelumnya, dan memberikan sejumlah saran terkait efektivitas peran Bapepam dalam memberantas kejahatan di pasar modal.

BAB II
PEMBAHASAN


1. Sejarah Singkat Pasar Modal [2]
 Untuk mendapatkan gambaran besar mengenai kondisi pasar modal Indonesia, penulis mengganggap perlu untuk memaparkan secara kronologis, sekelumit kisah mengenai sejarah pasar modal Indonesia.

 Pasar modal di bumi nusantara (tepatnya di Batavia) pertama kali dibentuk pada tanggal 14 Desember 1912 di bawah pemerintahan kolonial Belanda. Meletusnya perang dunia I di Eropa pada tahun 1914, menyebabkan pasar modal di Batavia ditutup. Pada kurun waktu antara tahun 1925-1942, pasar modal di Batavia diaktifkan lagi, dan dibentuk pula dua pasar modal yang lain, masing-masing di Semarang dan di Surabaya. Namun, peristiwa politik berupa perang dunia II menyebabkan pasar modal di Semarang dan di Surabaya ditutup pada tahun 1939. Tidak lama setelah itu, pasar modal di Batavia pun di tutup sepanjang tahun 1942-1945.

 Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, pasar modal di Indonesia (tepatnya di Jakarta) diaktifkan lagi pada tahun 1952 berdasarkan UU No. 15 Tahun 1952 Tentang Penetapan Undang-undang Darurat Tentang Bursa, yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri Keuangan (Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan pada waktu itu hanya berupa obligasi pemerintah RI. Sejalan dengan upaya nasionalisasi perusahaan Belanda yang dimulai pada tahun 1956, pasar modal semakin tidak aktif, bahkan vakum sampai dengan tahun 1977.

 Pada tanggal 10 Agustus 1977, pasar modal di Jakarta diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto, yang pelaksanaannya diserahkan kepada Bapepam (Badan Pelaksana Pasar Modal). Pengaktifan kembali pasar modal ini ditandai dengan go public-nya PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. Tanggal 10 Agustus kemudian diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Pasar Modal Indonesia.

 Hingga tahun 1987, perkembangan pasar modal Indonesia tergolong sangat lamban dengan hanya 24 emiten yang tercatat, dan rata-rata nilai transaksi harian berada di bawah Rp100 juta. Memperhatikan lesunya geliat perdagangan di pasar modal, pemerintah kemudian meluncurkan Paket Desember 1987 (PAKDES ‘87) yang memberikan kemudahan untuk melakukan penawaran umum bagi perusahaan, dan kemudahan berinvestasi bagi investor asing. Pada tahun 1988, pemerintah meluncurkan Paket Desember 1988 (PAKDES ’88) yang memberikan kemudahan kepada perusahaan untuk melakukan go public, yang segera diikuti dengan peningkatan transaksi di pasar modal. Pada tanggal 2 Juni 1988, didirikanlah Bursa Paralel Indonesia (BPI) yang dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE) yang terdiri atas broker dan dealer. Pada tanggal 16 Juni 1989, Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh PT Bursa Efek Surabaya.

 Semakin berkembangnya perdagangan di pasar modal dengan jumlah transaksi dan nilai transaksi yang kian meningkat, pada akhirnya membuat pemerintah berkeputusan untuk melakukan swastanisasi terhadap pasar modal di Jakarta. Pada akhir tahun 1991, didirikanlah PT Bursa Efek Jakarta, yang kemudian diresmikan oleh Menteri Keuangan pada tanggal 13 Juli 1992. Badan Pelaksana Pasar Modal kemudian berganti nama menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal 13 Juli kemudian diperingati sebagai HUT Bursa Efek Jakarta (BEJ). Sejak 22 Mei 1995, otomasi perdagangan dilakukan di BEJ dengan sistem komputer JATS (Jakarta Automated Trading Systems). Pada tanggal 10 November 1995, pemerintah mengeluarkan UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, yang mulai berlaku pada Januari 1996. Pada tahun 1995, BPI merger dengan BES. Akhirnya pada tanggal 3 Desember 2007, BES dan BEJ merger dan berganti nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dikelola oleh PT Bursa Efek Indonesia. Pada semester I tahun 1998 (sebelum terjadi krisis sub-prime di Amerika Serikat), rata-rata nilai transaksi mencapai Rp5,6 trilyun per hari, dengan jumlah emiten mencapai 396 emiten.

2. Beragam Kejahatan di Pasar Modal
 Perkembangan pasar modal Indonesia yang signifikan dengan volume transaksi dan nilai transaksi yang terus meningkat, menyebabkan pasar modal menjadi ladang subur bagi bertumbuhnya tingkat kejahatan di bidang korporasi. Pada bagian pembahasan ini, penulis membatasi diri untuk hanya membahas kejahatan-kejahatan di bidang pasar modal sebagaimana yang diatur di dalam pasal 90 (penipuan), pasal 91 s.d. pasal 93 (manipulasi pasar), dan pasal 95 s.d. pasal 99 (perdagangan orang dalam) UU No. 8 Tahun 1995. Berikut penjelasan penulis tentang kejahatan-kejahatan dimaksud.

2.1. Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading)
 Perdagangan orang dalam dapat dikatakan sebagai kejahatan yang khas pada pasar modal. Tindak kejahatan ini tidak kita temukan padanannya dengan tindak pidana umum sebagaimana yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Larangan terhadap perdagangan orang dalam untuk pertama kali diintrodusir dengan diberlakukannya Keputusan Menteri Keuangan No.1548/KMK.013/1990 Tentang Pasar Modal. Keputusan Menteri Keuangan ini dapat disebut sebagai suplemen bagi UU No.15 Tahun 1952 Tentang Bursa yang memang tidak mengatur secara spesifik tentang kejahatan-kejahatan di pasar modal. Karena pengaturan tentang pasar modal dirasakan tidak memadai lagi diatur dengan keputusan menteri, lagipula UU Pasar Modal 1952 dirasakan sudah ketinggalan zaman, maka dibentuklah UU Pasar Modal yang baru yaitu UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.

 Ketentuan pokok pasal 95 UU No.8 Tahun 1995 mengatur bahwa setiap orang dalam dari emiten atau perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan transaksi atas efek emiten atau perusahaan publik tersebut, atau perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik bersangkutan. [3] Dari klausul pasal 95 ini, ada beberapa bagian pokok yang harus dijelaskan, yaitu mengenai orang dalam, informasi orang dalam, dan solusi yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah ini.
 Bagian penjelasan pasal 95 UU No. 8 Tahun 1995 mengatur bahwa yang dimaksudkan sebagai “orang dalam” (insiders) [4] adalah:
a. Komisaris, direktur, atau pegawai emiten atau perusahaan publik;
b. Pemegang saham utama;
c. Orang perseorangan yang karena kedudukan dan profesinya atau karena hubungan usahanya dengan emiten atau perusahaan publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam.

 Jika kita berpatok pada penjelasan pasal 95 UU Pasar Modal di atas, maka cakupan orang dalam menjadi sangat terbatas. Padahal, siapa saja yang mendapatkan informasi yang dikategorikan sebagai informasi orang dalam, dapat disebut sebagai orang dalam. Untuk memahami maksud penulis, berikut penulis memaparkan sebuah contoh kasus fiktif tentang orang dalam. Misalnya, Si A adalah anak seorang direktur di Perusahaan X yang bergerak di pertambangan emas. Pada sebuah kesempatan bermain sepak bola, Si A menceritakan kepada Si B, bahwa menurut ayahnya, perusahaan X telah menemukan sebuah sumber emas yang terbukti bermutu tinggi di suatu tempat. Beberapa waktu belakangan, harga saham perusahaan X di bursa cederung stabil. Si B kebetulan juga anak seorang pemegang saham pada PT Y yang sama sekali tidak memiliki hubungan usaha dengan perusahaan X. Cerita Si A diteruskan oleh Si B kepada ayahnya. Ayah Si B ternyata menganggap serius informasi tersebut karena ia yakin bahwa informasi tersebut secara tidak langsung berasal dari mulut ayah Si A. Sebelum informasi mengenai penemuan sumber emas diumumkan di bursa, ayah Si B telah membeli sebagian besar saham milik perusahaan X. Setelah itu, harga saham PT X naik drastis setelah pengumuman, dan ayah Si B benar-benar diuntungkan dengan informasi tersebut. Dari contoh di atas dapat kita katakan bahwa a) pengertian tentang orang dalam tidak hanya terkait dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan usaha dengan emiten atau perusahaan publik tertentu, tetapi siapa saja yang mendapatkan informasi orang dalam, b) informasi orang dalam dapat dipakai untuk berinvestasi oleh orang dalam perusahaan lain yang tidak memiliki hubungan usaha dengan emiten atau perusahaan publik tersebut. Dengan demikian, pelarangan orang dalam tidak hanya berlaku bagi mereka yang adalah “orang dalam”, tetapi juga berlaku bagi orang-orang di luar “orang dalam” perusahaan, terutama dilandasi oleh prinsip bahwa “orang-orang luar” (karena hubungannya dengan emiten atau perusahaan publik), memang berkewajiban untuk tidak menggunakan informasi tersebut untuk kepentingan perdagangan efek/saham emiten. Dengan demikian ada semacam fiduciary duty yang dibebankan kepada orang luar yang mempunyai hubungan dengan orang dalam atau secara kebetulan memiliki informasi orang dalam. [5]

 Informasi merupakan instrumen yang sangat penting dalam investasi di pasar modal karena sangat berpengaruh terhadap keputusan investor untuk membeli/tidak membeli dan menjual/tidak menjual efek suatu emiten atau perusahaan publik. Yang dimaksud dengan informasi orang dalam adalah informasi material yang dimiliki orang dalam, yang belum tersedia untuk umum. Penggunaan informasi orang dalam untuk melakukan transaksi efek menyebabkan pihak yang memiliki informasi tersebut diuntungkan, sedangkan pihak lain dirugikan. Kejahatan pasar modal ini menutup kemungkinan bagi investor untuk mendapatkan/membeli efek dengan harga yang murah atau melepaskan/menjual efek tersebut dengan harga yang tinggi.

 Solusi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan atau sekurang-kurangnya meredam kasus perdagangan orang dalam adalah melalui kewajiban pelaporan dan keterbukaan informasi (disclosure of information). Lembaga-lembaga yang memperoleh izin usaha dari Bapepam wajib membuat laporan periodik kepada Bapepam. [6] Selain itu emiten yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif atau perusahaan publik wajib: a) menyampaikan laporan secara berkala kepada Bapepam dan mengumumkannya kepada publik, dan b) menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat tentang peristiwa materil yang dapat mempengaruhi harga efek, selambat-lambatnya pada akhir hari kerja kedua setelah terjadi peristiwa tersebut. [7]

 Larangan perdagangan orang dalam pada dasarnya dimaksudkan agar informasi yang keluar dari perusahaan dapat sampai kepada semua orang (pemodal dan calon pemodal) secara bersamaan dan merata. Di sinilah letak perlakuan yang adil dan setara atas semua pihak yang terlibat di pasar modal.

2.2. Penipuan (Fraud In The Market)
 Tindak penipuan di pasar modal secara tegas diatur di dalam pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995, [8] yaitu bahwa dalam melaksanakan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung:
1. menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan/atau cara apa pun;
2. turut serta menipu atau mengelabui pihak lain;
3. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang materil agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek.

 Penipuan dalam bidang pasar modal sebenarnya dapat dianggap sama dengan penipuan dalam tindak pidana umum (sebagaimana diatur di dalam pasal 378, pasal 390, pasal 391, dan pasal 392 KUHP). Namun, penipuan di bidang pasar modal perlu diperlakukan secara khusus mengingat potensi kekacauan ekonomi dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian suatu negara yang dapat ditimbulkannya. Dengan demikian UU Pasar Modal memberikan hukuman yang lebih tinggi terhadap jenis kejahatan ini, yaitu maksimal 10 tahun penjara dan denda sebanyak-banyaknya Rp15 miliar.[9] Penipuan di bidang pasar modal meliputi penipuan yang dilakukan melalui prospektus atau dalam kegiatan perdagangan efek di bursa. Selain itu penipuan dapat dilakukan baik atas efek yang tercatat (listed) maupun efek yang diperdagangkan di luar bursa (over the counter). Pasal 90 ayat 3 UU Pasar Modal berupaya memberikan jaminan bahwa setiap informasi dan fakta materil yang disampaikan memang benar dan tidak menyesatkan. [10]

 Untuk mendapatkan gambaran mengenai salah satu bentuk penipuan di bidang pasar modal, penulis memaparkan sebuah contoh, s.b.b. Bre-X adalah sebuah perusahaan tambang emas dari Kanada yang beroperasi di Kalimantan. Manajemen Bre-X melakukan penipuan dengan melebih-lebihkan jumlah cadangan emas yang ada di daerah kuasa pertambangannya di Kalimantan. Manajemen Bre-X pada waktu itu mengelabui investor dengan memberikan sample tanah untuk pemeriksaan laboratorium mengenai cadangan emasnya dengan terlebih dahulu menambahkan butiran-butiran emas ke dalam sample tersebut. Latas diperkirakan bahwa cadangan emas di dalam tambang tersebut mencapai 200 juta pon. Berita tidak benar tersebut menyebabkan harga saham Bre-X naik beberapa kali lipat. Namun, ketika penipuan ini mulai terbongkar, harga saham Bre-X langsung turun pada tingkat yang sangat rendah.[11] Dari contoh ini kita menemukan bahwa kejahatan penipuan di pasar modal tidak hanya dilakukan melalui pengelabuan prospektus atau dalam perdagangan efek di bursa, tetapi juga melalui motif penipuan yang semakin beragam.

2.3. Manipulasi Pasar (Market Manipulation)
 Ketentuan tindak kejahatan manipulasi pasar diatur di dalam pasal 91 s.d. pasal 93 UU Pasar Modal. Berbeda dengan perdagangan orang dalam yang pengaturannya dilakukan secara umum, manipulasi pasar merupakan tindak pidana yang pengaturannya hanya berlaku bagi kegiatan di bursa efek saja, khususnya terkait perdagangan efek/saham terdaftar di bursa efek. Publikasi yang selalu dilakukan atas harga efek dan keadaan pasar dimaksudkan agar masyarakat mendapatkan gambaran yang real dan objektif tentang pasar, bukan merupakan sesuatu yang direkayasa. Manipulasi pasar dapat berbentuk manipulasi terhadap perdagangan efek dan manipulasi terhadap harga efek. Tindakan manipulasi pasar dan manipulasi harga merupakan tindakan yang dilakukan dengan perantaraan anggota bursa, baik secara sendiri maupun secara bersama-sama, yang dapat memberikan gambaran bahwa transaksi efek atau harga efek yang terjadi adalah sesuai dengan kekuatan pasar.
 Gabaran semu dan menyesatkan dalam transaksi dapat dilakukan oleh anggota bursa dengan cara melakukan transaksi efek tanpa mengakibatkan perubahan kepemilikan atas efek tersebut (wash sales), atau melakukan penawaran (jual-beli efek) pada harga tertentu yang sudah disepakati sebelumnya. Transaksi semu ini dapat dilakukan dengan atau tanpa barang sama sekali. Dengan demikian dalam kasus ini, penjual tidak menyerahkan saham kepada pembeli, dan pembelinya pun tidak menerima saham yang dijual. Transaksi ini dimaksudkan untuk menciptakan “a misleading appearence of active trading”.[12]

 Tindakan manipulasi pasar sudah semestinya dilarang, karena yang diinginkan oleh masyarakat adalah gambaran real tentang pasar, yang dapat menjadi pertimbangan bagi masyarakat bersangkutan dalam berinvestasi. Dengan kata lain, investor ingin agar apa yang terjadi di pasar memang merupakan cerminan dari kekuatan penawaran dan permintaan, bukan sesuatu yang dibuat-buat, seolah-olah cerminan kekuatan pasar tersebut adalah gambaran yang nyata dan benar tentang pasar.

3. Tugas dan Wewenang Bapepam di Pasar Modal [13]
 Kegiatan perdagangan di pasar modal sehari-hari dibina, diatur, dan diawasi oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Sejak Pasar Modal di-swasta-kan oleh pemerintah, Bapepam tidak lagi menjadi badan pelaksana pasar modal, tetapi menjadi badan pengawas pasar modal. Eksistensi, tugas, dan wewenang Bapepam diatur di dalam pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 UU Pasar Modal. Bapepam berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Keuangan. Berikut penulis memaparkan tugas dan wewenang Bapepam yang disarikan dari UU Pasar Modal.

3.1. Tugas Bapepam
 Secara umum, tugas Bapepam adalah membina, mengatur, dan mengawasi pasar modal. Tugas membina, mengatur, dan mengawasi pasar modal tersebut meliputi:

a. Bidang Yang Berkaitan Dengan Evaluasi Keuangan Perusahaan (Corporate Finance)
 Pihak-pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal memiliki beberapa kewajiban, salah satu di antaranya adalah kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan secara berkala kepada Bapepam. Laporan keuangan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas keterbukaan (disclosure) di dalam pasar modal. Laporan keuangan yang wajib dilaporkan kepada Bapepam tersebut meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan saldo kas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.

 Selain kewajiban penyampaian laporan keuangan secara berkala oleh emiten dan perusahaan publik kepada Bapepam, beberapa kewajiban penyampaian laporan terkait keuangan perusahaann pun harus dilaksanakan, antara lain:
a. Laporan realisasi penggunaan dana hasil penawaran umum oleh emiten;
b. Laporan keuangan tengah tahunan dan laporan keuangan tahunan oleh bursa efek;
c. Laporan realisasi rencana anggaran serta penggunaan laba oleh Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP).

b. Bidang Yang Berkaitan Dengan Pengawasan Transaksi dan Lembaga Bursa (Market Regulation)
 Transaksi efek di bursa melibatkan beberapa lembaga, antara lain Bursa Efek, LKP, LPP, dan Perusahaan Efek. Untuk menjamin adanya transaksi bursa yang teratur, wajar, dan efisien, Bapepam perlu mengatur beberapa regulasi terkait transaksi di bursa, antara lain:

a. Peraturan-peraturan terkait bursa efek.
 Peraturan ini terkait dengan kewajiban bursa efek untuk menyediakan sistem dan sarana perdagangan yang baik, dan melakukan pengawasan terhadap kegiatan setiap anggota bursa. Bursa efek pun wajib menyusun rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba dalam rangka mempermudah pengawasan Bapepam terhadap bursa efek.

b. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Lembaga Kliring dan Penjaminan
 LKP adalah lembaga yang didirikan untuk menyelenggarakan kliring dan penjaminan. LKP sebagai lembaga yang krusial di dalam perdagangan efek diharapkan dapat menjamin kelancaran penyelesaian transaksi di bursa, sehingga hak dan kewajiban peserta kliring berupa penyerahan/penerimaan efek dan/dana dapat dipenuhi dengan baik. Untuk menjamin teraturnya kegiatan LKP, Bapepam mengeluarkan beberapa regulasi, di antaranya terkait dengan tata cara pembuatan peraturan oleh LKP.

c. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
 LPP adalah lembaga yang menyediakan jasa kustodian. LPP wajib melindungi kepentingan para pemakai jasanya. LPP harus dapat menciptakan sistem yang dapat mengurangi biaya transaksi, menekan resiko, dan menurunkan biaya kustodian. Jika sistem yang disediakan LPP kurang baik, kemungkinan besar kelumpuhan pasar modal dan perekonomian nasional dapat terjadi. Untuk itu, peran Bapepam melalui regulasi yang dikeluarkannya sangat diperlukan.

d. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Perusahaan Efek
 Perusahaan efek adalah salah satu lembaga penunjang pasar modal yang penting. Melalui para broker yang bekerja di perusahaan efeklah, pembeli dan penjual efek dipertemukan. Selain itu perusahaan efek dapat juga bertindak sebagai penjamin emisi efek dan manajemen investasi. Agar perusahaan efek dapat menjalankan tugasnya dengan aman, dibutuhkanlah sistem pengendalian intern yang memadai. Dalam rangka ini, Bapepam mengeluarkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan aspek pengendalian intern dan metoda akuntansi yang wajib diikuti oleh perusahaan efek.

c. Bidang Yang Berkaitan Dengan Manajemen Investasi (Investmen Manegement)
 Manajemen Investasi berkaitan erat dengan reksa dana, pengelolaan investasi yang dilakukan oleh manejer investasi pada reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Reksa dana sebagai salah satu cara berinvestasi, lebih ditujukan kepada para investor dengan kemampuan dana yang terbatas. Dengan demikian, Bapepam perlu mengatur hal-hal terkait Reksa Dana dan Manejer Investasi.

d. Bidang Yang Berkaitan Dengan Pembuatan Peraturan (Rule Making)
 Dalam rangka menciptakan pasar yang teratur, wajar, dan efisien diperlukan suatu kerangka hukum yang kokoh. Selain UU No. 8 Tahun 1995 Tetang Pasar Modal, dan Keputusan Menteri, Bapepam juga diberi kewenangan untuk membuat peraturan-peraturan yang mendukung terciptanya pasar yang teratur, wajar, dan efisien.

3.2. Wewenang Bapepam
 Dalam melaksanakan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan terhadap aktivitas pasar modal, Bapepam diberi beberapa kewenangan, antara lain:

a. Memberikan izin usaha kepada Bursa Efek, LKP, LPP, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasehat Investasi, dan Biro Administrasi Efek;

b. Memberikan izin perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedangang Efek, dan Wakil Manejer Investasi;

c. Memberikan persetujuan bagi bank kustodian;

d. Mewajibkan pendaftaran bagi Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat;

e. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara waktu komisaris atau direktur serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek, LKP, dan LPP sampai dengan dipilihnya komisaris atau direktur baru;

f. Menetapkan persyaratan serta tata cara Pernyataan Pendaftaran serta menyatakan menunda atau membatalkan efektifnya Pernyataan Sementara;

g. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya;

h. Mewajibkan setiap pihak untuk menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di pasar modal;

i. Mewaibkan setiap pihak untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi tersebut;

j. Melakukan pemeriksaan terhadap emiten atau perusahaan publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan pendaftaran pendaftaran kepada Bapepam;

k. Melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin perseorangan, persetujuan atau pendaftaran profesi berdasarkan UU Pasar Modal;

l. Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tetentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam;
m. Mengumumkan hasil-hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bapepam;

n. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu efek pada bursa efek atau menghentikan transaksi-transaksi bursa atas efek tertentu untuk melindungi pemodal;

o. Menghentikan kegiatan perdagangan di bursa efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat;

p. Memeriksa keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh bursa, LKP atau LPP, serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi tersebut;

q. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan , pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan pasar modal;

r. Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat ketentuan di bidang pasar modal;

s. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya;

t. Menetapkan instrumen lain sebagai efek selain surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.

4. Menelaah Peran Bapepam Dalam Pemberantasan Kejahatan di Pasar Modal 

 Salah satu kewenangan yang diberikan kepada Bapepam oleh UU Pasar Modal adalah mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang Pasar Modal dan atau peraturan pelaksanaannya. [14] Wewenang Bapepam untuk melakukan pemeriksaan dan penyidikan dijabarkan lebih lanjut di dalam pasal 100 dan pasal 101 UU Pasar Modal. Bahkan, berdasarkan pasal 102 UU Pasar Modal, Bapepam diberikan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif kepada pihak yang melanggar UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya. Dari kewenangan yang dimiliki oleh Bapepam, dapatlah kita katakan bahwa Bapepam adalah polisi khusus bagi pasar modal. Kendatipun demikian, dapatkah wewenang ini dijalankan secara maksimal oleh Bapepam?

 Kewenangan yang dimiliki oleh Bapepam, cukup untuk menjadikannya sebagai lembaga yang efektif untuk memberantas kejahatan-kejahatan yang terjadi di pasar modal. Terhadap beberapa kasus, Bapepam berhasil membuktikan pelanggaran pihak-pihak tertentu terhadap UU Pasar Modal dan peraturan-peraturan pelaksanaannya serta menjatuhkan sanksi administratif bagi pihak-pihak tersebut. Salah satu contohnya adalah keberhasilan Bapepam membuktikan dugaan penipuan berupa penggelembungan keuntungan (overstated) yang dilakukan PT Kimia Farma Tbk terhadap laporan keuangan pada semester I tahun 2002.[15] Bapepam lalu menjatuhkan hukuman berupa denda sebesar Rp500 juta kepada direksi yang menjabat pada saat itu, dan memerintahkan PT Kimia Farma Tbk untuk:

a. Segera membenahi dan menyusun sistem pengendalian internal dan sistem akuntansi perusahaan yang harus diselesaikan selambat-lambatnya pada akhir semester I tahun buku 2005 dan menyampaikan laporannya kepada Bapepam.

b. Menunjuk akuntan publik yang terdaftar di Bapepam untuk melakukan audit khusus untuk melakukan penilaian atas sistem pengendalian internal dan sistem akuntansi tersebut apabila perusahaan telah selesai melakukan pembenahan dan atau penyusunan sistem pengendalian internal dan sistem akuntansi perusahaan. Hasil audit khusus tersebut wajib disampaikan kepada Bapepam.

 Bapepam juga pernah membuktikan pelanggaran yang dilakukan PT Myohdotcom Indonesia Tbk terhadap Peraturan Bapepam No. IX.E.2 Tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama.[16] Kasus ini bermula ketika PT Myohdotcom Indonesia Tbk mengeluarkan surat pemberitahuan mengenai rencana perseroan untuk melakukan pembelian saham dan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Berdasarkan pemeriksaan atas data/dokumen dan pihak-pihak terkait dalam kasus tersebut, ditemukan hal-hal sbb:

a. PT Myohdotcom Indonesia Tbk telah melakukan RUPSLB pada tanggal 30 April 2001 dengan hasil menyetujui transaksi akuisisi terhadap tiga perusahaan afiliasi, yaitu PT Celicom Indonesia, PT Asiamaya Dotcom Indonesia, dan PT DC Java Indonesia.

b. PT Myohdotcom Indonesia Tbk telah memenuhi prosedur yang ada kecuali dokumen berupa laporan penilai independen atas nilai saham yang akan dibeli secara lengkap yang belum disampaikan kepada Bapepam. Dokumen tersebut baru disampaikan kepada Bapepam pada tanggal 27 Maret 2002.
 Bapepam kemudian mengenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp358 juta atas 358 hari keterlambatan penyampaian dokumen berupa laporan penilai independen terhitung mulai tanggal 3 April 2001 sampai dengan tanggal 27 Maret 2002.

 Ada beberapa contoh lain yang menggambarkan keberhasilan Bapepam dalam usahanya memberantas, atau sekurang-kurangnya mencegah terjadinya kejahatan yang dilakukan dalam ruang lingkup pasar modal. Kendatipun demikian, harus diakui pula bahwa sisi pembuktian kejahatan adalah salah satu kendala tersendiri yang dihadapi oleh Bapepam. Salah satu faktor penghambat pembuktian adalah otomatisasi transaksi perdagangan di pasar modal. Hukum yang sekarang ini berlaku di Indonesia, belum secara penuh mengakomodir pembuktian secara elektronis. Penuntutan terhadap kejahatan di pasar modal pun dirasakan sulit untuk dilakukan. Pelaku kejahatan umumnya bersembunyi di balik institusi atau di balik rekening efek yang mereka buka. Kenyataan ini tentu sangat menyedihkan karena selama sepuluh tahun, terhitung sejak UU Pasar Modal diberlakukan, belum ada satu tindakan kejahatan pun yang dibawa ke pengadilan. Fakta semacam ini tentu saja mematikan niat investor untuk melakukan investasi di Indonesia yang melihat lemahnya penegakan hukum di Indonesia, khususnya di bidang pasar modal.

BAB III
P E N UT U P

1. Kesimpulan

 Pasar modal adalah wahana untuk mempertemukan pihak penjual dan pembeli yang bermaksud melakukan investasi jangka menengah dan jangka panjang. Pasar modal pun dapat menjadi sumber pembiayaan yang tepat bagi perusahaan-perusahaan yang ingin memperluas jangkauan bisnisnya. Peran pasar modal dalam perekonomian di tanah air pun tidak dapat diragukan lagi. Dengan menjadikan pasar modal sebagai indikatornya, investor domestik maupun asing dapat mengukur kekuatan pasar di Indonesia, dan seberapa besar keterlibatan pemerintah dalam penegakan hukum di bidang perekonomian.
 Perkembangan pasar modal Indonesia yang sedemikian pesat, terutama sejak swastanisasi BEJ yang berlaku sejak 13 Juli 1992 turut mengembangkan jumlah dan ragam kejahatan yang terjadi pasar modal. Dari sekian banyak kejahatan yang terjadi di pasar modal, insider trading, fraud in the market, dan market manipulation adalah kejahatan-kejahatan yang paling sering terjadi di pasar modal. Kejahatan-kejahatan yang terjadi pasar modal umumnya sangat sulit dibuktikan sehingga sulit juga dibawa ke meja hijau. Di satu sisi, kejahatan ini sulit dibuktikan karena memang dilakukan secara profesional oleh penjahat-penjahat kerah putih (white colar criminal) yang bersembunyi di balik korporasi dan rekening efek yang mereka buka. Di sisi lain, kesulitan diakibatkan oleh karena alat bukti elektronis yang sulit diterima oleh sistem hukum Indonesia. Selain itu, niat Bapepam sebagai polisi di bidang pasar modal untuk membuktikan dan menuntut pelaku kejahatan dinilai kurang memadai. Dalam rangka mencegah terjadinya lebih banyak kejahatan dan rupa-rupa kejahatan yang terjadi di pasar modal, pada bagian selanjutnya, penulis memberikan beberapa saran yang kiranya berguna bagi efektivitas pemberantasan kejahatan di pasar modal.

2. Saran

  Berdasarkan hasil kajian penulis atas topik yang telah dibahas pada bagian-bagian sebelumnya, berikut ini penulis memaparkan sejumlah saran, sbb:

a. Terhadap sulitnya pembuktian kejahatan-kejahatan yang terjadi di pasar modal, Bapepam dapat menggunakan data, informasi, bahan dan/atau keterangan lain yang dipakainya untuk menjatuhkan sanksi administratif kepada pihak yang melanggar UU Pasar Modal dan peraturan-peraturan pelaksanaannya sebagai bukti awal dalam tahap penyidikan. Hal ini tidak berarti bahwa tindakan penyidikan harus didahului oleh tindakan pemeriksaan. Apabila Bapepam berpendapat bahwa suatu kegiatan yang dilakukan oleh suatu pihak merupakan pelanggaran terhadap UU Pasar Modal dan/atau membahayakan kepentingan pemodal dan masyarakat luas, maka tindakan penyidikan dapat dimulai atau dilaksanakan.[17] Selain itu Bapepam pun harus dapat memberanikan diri untuk menyelidiki dan menuntut setiap pelanggaran terhadap pasar modal, kendatipun di sisi lain, informasi terkait kasus tersebut berpotensi mengganggu aktivitas perdagangan di pasar modal. Penulis berkeyakinan, sejauh Bapepam konsisten terhadap penegakan hukum terhadap pasar modal, tingkat kepercayaan investor (domestik dan asing) terhadap pasar modal Indonesia semakin bertumbuh.

b. Bapepam harus konsisten dalam menegakan prinsip-prinsip yang berlaku di pasar modal, di antaranya mengenai keterbukaan informasi. Bapepam harus tegas menindak para pihak (khususnya emiten dan perusahaan publik) yang melanggar prinsip ini.

Daftar Pustaka

a. Sumber Buku

Balfas, Hamud M. 2006. Hukum Pasar Modal Indonesia. PT Tatanusa: Jakarta
Tunggal, Imam Sjahputra. 2008. Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia (Konsep dan Kasus). Harvarindo: Jakarta.

b. Peraturan Perundang-undangan
Indonesia. Undang-undang Tentang Pasar Modal. UU No. 8 Tahun 1995 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64)

Indonesia. Penjelasan Atas Undang-undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608)

c. Sumber Lain

Sejarah Bursa Efek Indonesia, diakses dari http://www.idx.com, pada tanggal 10 Januari 2010

Endnote:
[1]Sutherland (1949), seorang kriminolog Amerika Serikat yang meneliti dan menulis tentang “White Colar Criminality” mendefinisikan kejahatan ini sebagai “a crime committed by a person of respectability and high social status in the course of his occupation”. Bahkan ia menyatakan bahwa jenis akibat dari kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok orang ini jauh lebih lebih besar daripada kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang dari golongan ekonomi lemah. Vide, Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia, PT. Tatanusa:Jakarta, 2006, hlm. 432.
[2]Data mengenai sejarah Bursa Efek Indonesia ini diakses dari http://www.idx.com, pada tanggal 10 Januari 2010.
[3]Vide, Indonesia, Pasal 95 UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
[4]Vide, Indonesia, Penjelasan Pasal 95 UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
[5]Hamud M. Balfas, Op.Cit., hlm 445-446.
[6]Vide, Indonesia, pasal 85 UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
[7]Vide, Indonesia, pasal 86 UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
[8]Vide, Indonesia, Pasal 90 UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
[9]Vide, Indonesia, Pasal 104 UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
[10]Hamud M. Balfas, Op.Cit., hlm 460.
[11]Ibid., hlm. 469-470.
[12]Ibid., hlm. 472.
[13]Vide, Imam Sjahputra Tunggal, Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia (Konsep dan Kasus), Harvarindo: Jakarta, 2008, hlm. 25-38.
[14]Vide, Indonesia, Pasal 5 ayat 5 UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
[15]Hamud M. Balfas, Op.Cit., hlm. 467.
[16]Ibid., hlm. 479-480.
[17]Vide, Indonesia, Penjelasan Pasal 100 ayat 2 UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.

2 comments:

  1. no, ada baikx postingax di potong2 supaya org ga bosan baca...selingi posting2 berat dgn crita2 lucu...itu membantu sekali...tq

    ReplyDelete
  2. @Balbo: OK No. Kita usahakan.

    ReplyDelete