Tuesday, July 31, 2012

Profil Desa Lewoloba, Larantuka

Lewoloba merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Ile Mandiri, kabupaten Flores Timur, provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Desa ini merupakan satu dari 8 desa dan kelurahan yang berada di kecamatan Ile Mandiri. Desa ini memiliki kodepos 86211.

Lewoloba memiliki nama tradisional, yaitu "Lewoloba Lama Dike Tanah Weki Lama Doro". Desa ini berbatasan langsung dengan beberapa desa di sekitarnya, yaitu Desa Lamawalang (Barat), Desa Lewotala (Timur), dan Desa Wailolong (Utara).

Sejarah

Penduduk Lewoloba merupakan keturunan langsung dari Lia Nurat, yang tidak lain merupakan penghuni awal (Ile Jadi) Ile Mandiri atau Gunung Mandiri. Lia Nurat memiliki seorang saudari kandung, Wato Wele, yang kemudian melahirkan keturunan-keturunan yang menguasai Larantuka (di sebelah Timur dan Selatan Ile Mandiri). Lia Nurat sendiri kawin dengan Hadung Boleng dan melahirkan keturunan-keturunan yang saat ini menetap di daerah Keba Baipito, yaitu tujuh kampung yang menghuni bagian Barat dan Utara Ile Mandiri. Lia Nurat dan Hadung Boleng melahirkan tujuh anak. Anak sulungnya bernama Belawa Burak. Belawa Burak mengawini Nini Dadja dan melahirkan keturunan yang saat ini menghuni Desa Lewoloba. Alkisah Belawa Burak pernah menjadi panglima dalam sebuah perang di Adonara dan meninggal dalam peperangan tersebut. Dia terbunuh ketika dirinya ditikam dengan sebilah bambu yang tajam. Dengan cara yang magis, jasad Belawa Burak kemudian "menyatu" dengan alam. Darahnya menjadi sumber mata air. Tubuhnya menjadi batu dan pasir. Bambu yang dipakai untuk menikamnya kemudian bertumbuh lebat di daerah tersebut. Pada tahun 2010, dibawah kepemimpinan Kepala Desa Yohanes Lewa Doren, jasad Belawa Burak yang telah berbentuk material alam ini dibawah ke Lewoloba dan disemayamkan dalam sebuah korke (Rumah Adat Lamaholot) melalui suatu acara adat yang meriah. Pada tahun 1979, sebuah bencana besar melanda Larantuka. Lewoloba pun terkena dampak dari banjir ini. Banjir ini menelan sangat banyak korban jiwa dan harta benda. Penduduk Desa Lewoloba akhirnya mencari pemukiman yang baru. Sebagian besarnya berpindah ke bekas kebunnya, dan membangun sebuah pemukiman baru yang saat ini bernama Desa Lewoloba. Sejumlah penduduk Lewoloba berpindah ke Desa Bokang, yang sekarang ini berada di wilayah Kecamatan Lato. Sejumlah kecil penduduk Lewoloba kemudian berpindah ke Balela, Lohayong, Weri, dan beberapa daerah lain di Larantuka.

Budaya

Lewoloba merupakan satu bagian dari rumpun masyarakat adat Lamaholot. Kegiatan adatnya berpusat di sebuah korke, yang berada di tengah kampung. Ada beberapa suku besar yang menetap di Lewoloba, yaitu Lewo Doren, Lewo Nuhan, Mela Hurint, Ama Koten, dan Ama Kelen. Masing-masing suku telah memiliki perannya sendiri dalam setiap acara adat yang diadakan. Setiap dua tahun sekali diadakan sebuah acara adat yang dikhususkan bagi penghormatan nenek moyang, yaitu Helok Korke. Adat juga tampak sangat menonjol dalam acara perkawinan dan kematian.

Pendidikan

 Beberapa lembaga pendidikan dari berbagai tingkat pendidikan diselenggarakan di Lewoloba, antara lain PAUD Lia Nurat, TKK Hadung Boleng, SDK Lewoloba, SMP Negeri 2 Larantuka, dan SMK Lamaholot. Keberadaan sejumlah sekolah di Lewoloba telah menjadikannya sebagai pusat pendidikan dan barometer pendidikan di Kecamatan Ile Mandiri. Sejumlah lembaga pendidikan yang terselenggara di Lewoloba telah menarik minat siswa dari berbagai daerah di Kabupaten Flores Timur.

Demografi

Sebagian besar penduduk Lewoloba adalah penduduk asli setempat. Perkembangan di sektor pendidikan turut mengubah struktur demografi Lewoloba. Arus pendatang cukup terlihat jelas, di antaranya berasal dari sejumlah tempat di Flotim daratan, Adonara, Lembata, dan Manggarai. Sebagian besar penduduk Lewoloba bermata pencaharian sebagai petani. Jumlah Pegawai Negeri Sipil pun cukup signifikan di desa ini. Sama seperti sebagian besar penduduk Flores Timur, sektor wirausaha tampak tidak berkembang. Hanya ada beberapa sektor swasta yang hidup, yaitu bengkel kayu dan bengkel kendaraan bermotor.

Pariwisata

Teluk Oka yang memiliki garis pantai yang panjang, indah, dan sejuk cukup menarik minat wisatawan lokal untuk berkunjung ke sana. Air terjun Waibelen, yang juga menjadi sumber air bagi penduduk Lewoloba, sangat menarik untuk dikunjungi.

 

Monday, July 23, 2012

Yohanes Lewa Doren: "Ketakutan terbesarku adalah mengambil apa yang tidak seharusnya kuambil"

Dengan bangga hati ingin kutuliskan sedikit dari yang kuketahui tentang ayahku, Yohanes Lewa Doren. DOWNLOAD bentuk Ms-Word di sini.

Yohanes Lewa Doren adalah kepala desa Lewoloba, yang menjabat sejak 2008 sampai dengan 2013. Beliau akrab disapa dengan nama Anis Doren. Ia menikah dengan Maria Nogo Ritan dan memiliki dua putera dan tiga puteri dari perkawinannya ini.

1. Masa Kecil

Anis Doren dilahirkan di Lewoloba, sebuah desa kecil di Larantuka, Flores Timur pada tanggal 24 Januari 1950 dari pasangan Paulus Laba Doren (Laba Poelon) dan Tekla Sabu Hurint. Ia memiliki seorang saudari bernama Ema Doren. Kakeknya, Pulo Doren, adalah seorang kakang (pejabat lokal yang diangkat kolonial Belanda). Kecintaan kakeknya kepada perjuangan untuk melepaskan diri dari penjajahan Belanda melalui sejumlah pemberontakan lokal membuatnya diasingkan di tanah Aceh oleh pemerintahan Hindia Belanda bersama dengan Adi Daruk Tukan dari Lewotala. Ketika itu Anis masih sangat kecil. Hanya sedikit memori yang tersimpan tentang kakeknya ini. Ketika kakeknya akan dibawa Belanda menuju pengasingan di Aceh, kakeknya hanya membelikan sebuah kerupuk berukuran besar untuknya sambil berpesan, "Lanjutkan perjuanganku!"

Orangtua Anis, Laba dan Sabu, berprofesi sebagai petani. Mereka sangat menekankan pentingnya kerja keras dan kejujuran. Orangtuanya sangat mencintai Anis, karena Anis kecil sudah mampu memberikan kritik kepada orangtuanya. Anis mengikuti teladan orangtuanya dalam hal kerja keras. Suatu ketika desa Lewoloba terkena dampak kelaparan yang menghantam seluruh penjuru Flores Timur. Keluarga Laba dan Sabu berhutang cukup banyak kaleng padi (sebesar kaleng Khong Guan besar) pada tetangganya. Anis kemudian berladang dan berhasil menutupi hutang keluarga, bahkan kelebihannya dapat mencukupi kebutuhan beras untuk satu tahun. 

2. Masa Muda dan Keluarga
Anis Muda ingin melanjutkan pendidikannya di Kupang. Pada tahun 1966, Anis berangkat ke Kupang dengan menggunakan sebuah kapal kayu. Keberangkatannya ini dinilainya sebagai pukulan telak untuk ayahnya yang menginginkannya tetap di Larantuka. Ayahnya kemudian meninggal pada tahun 1975. Sesampainya di Kupang ia mendaftarkan dirinya di STM Negeri Kupang. Anis mengambil studi Bangunan di sekolah tersebut, karena dia sangat berkeinginan besar untuk menjadi seorang tukang batu (bricklayer). Setelah menyelesaikan pendidikannya di sekolah tersebut, dia menggeluti profesi tukang batu dan tukang kayu. Di Kupang, Anis turut berperan besar dalam pembangunan sejumlah gereja, sekolah, dan kantor pemerintahan. 

Pada tahun 1977, dia berkenalan dengan seorang gadis asal Desa Wailolong yang bernama Maria Nogo Ritan. Keduanya hidup bersama dan melahirkan Puteri pertama mereka, Vinsensia Sabu Doren pada tanggal 30 November 1979.  Kemudian, pada tanggal 8 Maret 1981, lahirlah anak ke-2 mereka, Thomas Laba Doren. Ketika itu hubungan keduanya belum disahkan di gereja (Katolik). Hubungan keduanya baru diresmikan pada tahun 1983. Pada tahun yang sama, Anis dan Mia beserta Putera dan Puteri mereka berpindah dari Kupang ke Lewoloba, Larantuka. Pada 6 Desember 1984, lahirlah putera ke-2 mereka, Nikolaus Deka Doren. Berikut pada 9 Juli 1989, lahirlah puteri ke-2 mereka Yuliana Carolina Djawa Doren. Puteri bungsu mereka, Oktaviana Gunu Doren, akhirnya lahir pada tanggal 10 Oktober 1992. 

3. Kepala Desa Lewoloba
Setelah beberapa tahun bekerja sebagai tukang bangunan, Anis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Kehutanan Kabupaten Flores Timur pada tahun 1981. Pada tahun 1989 Anis bertugas sebagai Polisi Kehutanan / Jagawana dan menjadi Kepala Resort Polisi Hutan di Lewolaga, Kecamatan Wulanggitang II. Dia kemudian dipindahtugaskan ke Kecamatan Tanjung Bunga pada tahun 2004. Dia sempat ditugaskan menjadi staf Kelurahan Larantuka pada 2005, sebelum akhirnya dipindahkan ke Kantor Dinas Kehutanan Flores Timur di Larantuka dan dipensiunkan pada tahun 2008.

Setelah kariernya  sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Kehutanan Kab. Flores Timur berakhir pada tahun 2008, Anis Doren langsung mencalonkan dirinya sebagai Kepala Desa Lewoloba, Ile Mandiri, Larantuka. Dia terpilih secara aklamasi dan menang atas saingannya, Fransiskus Roy Hurint.  Sejak menjabat sebagai Kepala Desa Lewoloba, Anis Doren mengambil sejumlah langkah penting untuk perubahan Desa Lewoloba. Ia memelopori pembukaan  jalan produksi menuju kampung lama Desa Lewoloba, pengaspalan lorong dalam desa, dan mendorong penyelesaian konflik tanah perbatasan antara Desa Lewoloba dan Desa Wailolong. Dalam masa kepemimpinannya, beliau berhasil memindahkan jasad Belawa Burak (nenek moyang orang Lewoloba) dan menempatkannya di sebuah rumah adat Desa Lewoloba. Ia pun mendorong diselesaikannya pembangunan kantor desa pada tahun 2011.

4. Kecelakaan Tragis
Pada bulan Maret 2012, sebuah kecelakaan tragis menimpanya. Dia dipukuli secara sadis oleh seorang gila di kantor Kecamatan Ile Mandiri, di Riangkemie. Ia kemudian dilarikan ke RSU Larantuka dan dirawat beberapa lama di tempat itu. Sekalipun kecelakaan tersebut tidak sampai merenggut nyawanya, Anis berpendapat bahwa 30 persen tenaganya hilang karena peristiwa itu. Kendatipun demikian Anis tetap melanjutkan kepemimpinannya sebagai Kepala Desa Lewoloba hingga 2013 mendatang.







Tuesday, July 17, 2012

“SISTER CITY”: LEBIH DARI SEKEDAR GURAUAN DI RUANG JAMUAN MAKAN

By Ansel Atasoge


DOWNLOAD file DOCX di sini.


Larantuka, kota paling timur di Pulau Flores, Ibu kota Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), resmi sebagai "Sister City" atau kota kembar dengan Lisabon, Portugal. Peresmian Larantuka sebagai kota kembar dengan Lisabon ini ditandai dengan penandatanganan kesepakatan kerja sama antara pemerintah Portugal yang diwakili Wali Kota Ourem Paulo Fonsesca dan Bupati Flores Timur, Yospeh Lagadoni Herin di Jakarta, Rabu (23/5). Peristiwa bersejarah itu terjadi di Museum Nasional Jakarta dan disaksikan langsung oleh Presiden Portugal Anibal Antonio Cavaco Silva.
Gagasan kerja sama sister ciry ini lahir di "ruang jamuan makan malam" ketika Bupati Flores Timur menghadiri undangan makan malam dari Kedutaan Besar Portugal di Jakarta, beberapa waktu lalu, setelah Dubes Portugal menghadiri Prosesi Jumat Agung di Larantuka April lalu. Menurut Bupati Flores Timur, pada saat itu Dubes Portugal Manuel Carlos Leitao Frota berjanji akan membantu mendorong realisasi kerja sama antara pemerintah Portugal dan Pemerintah Kabupaten Flores Timur menjadikan Larantuka sebagai "sister city" atau Kota Kembar dengan Lisabon. Di Museum Nasional Jakarta pun, Manuel Carlos Leitao Frota berjanji mempromosikan perayaan suci "Semana Santa" dan Prosesi Jumat Agung atau "Sesta Vera" di Larantuka, Flores Timur di Lourdes.
Gagasan dari "ruang jamuan makan malam" telah tertambat dalam rumusan-rumusan MoU. Rumusan MoU tentu tidak sekelas dengan gurauan-gurauan di ruang makan. Kedua belah pihak yang menandatangani MoU tentu telah memahami dokumen MoU. Dan, pasti bahwa apa yang dipahami akan dikomunikasikan, bukan untuk sekedar tahu atau menjadi tahu, melainkan agar "setiap orang yang terkait di dalamnya atau yang menjadi bagian darinya bisa terlibat di dalamnya". Informasinya pasti akan dikemas dengan sejelas-jelasnya agar setiap orang yang terkait di dalamnya atau yang menjadi bagian darinya bisa mengetahui di mana posisinya, apa perannya, apa sumbangsihnya. 
Di pusat Kota Larantuka sudah ada dua baliho besar yang berkaitan dengan sister city. Yang satu di taman kota, berhadapan dengan Kantor Bank NTT Cabang Larantuka, di samping Gedung DPRD Flores Timur, dekat kompleks pertokoan. Yang satunya lagi di sudut luar depan Kantor Bupati Flores Timur. Ini merupakan dua tempat strategis untuk konteks Larantuka. Pilihan tempat tentu bukan sekedar pilihan acak-acakan. Yang satu dekat pusat perekonomian. Yang satunya dekat pusat pemerintahan. Baliho dan pilihan tempatnya ini menjadi media dan tempat komunikasi dan informasi bagi masyarakat Flores Timur dan masyarakat lain yang sedang “numpang lewat” di Kota Larantuka. 
Larantuka yang memiliki “sejarah keterkaitan spiritual” dengan bangsa Portugis pada saatnya akan dibabtis menjadi tempat ziarah internasional, lebih dari sekedar kota wisata religius. Para peziarah mancanegara dan domestik akan datang ke Larantuka untuk memuaskan kebutuhan spiritualnya, lebih dari sekedar berdarmawisata untuk menghabiskan kelebihan uang dari kantong pribadi. Kalau Larantuka bisa mencapai satu atau dua persen dari rekor Lourdes yang bisa menggaet lima sampai enam juta peziarah untuk mengunjunginya setiap tahunnya tentu luar biasa. 
Larantuka, kota ziarah yang akan sesaudara dengan Lisabon, akan menjadi “pilihan” karena ada “sesuatu yang menarik” dalam dirinya. Salah satu “objek” yang membuat orang tertarik adalah “Tuan Ma” yang pada tahun 2010 telah mencapai usia kehadirannya di Larantuka 500 tahun. Arca Bunda Maria banyak bentuk, corak dan rupanya. Namun, yang ada di Larantuka dipandang sebagai arca yang khas. Khas sejarahnya, khas pula tradisi ritualnya. Wilayah kekhasan inilah yang akan “dimasuki” para peziarah. 
Selain “Tuan Ma”, peziarahpun akan menimba khazanah rohani dan aura spiritual yang akan ditampilkan oleh mereka yang empunya tradisi dan mereka yang telah membabtis diri sebagai pemegang tradisi. Kesaksian hidup mereka merupakan bagian dari kekhasan Larantuka sebagai kota ziarah. Larantuka tentu tidak ingin mempertontonkan kesenjangan antara isi tradisi dan praksis hidup para penganutnya kepada para peziarah. 
Menyambut sister city, “orang-orang Larantuka” perlu membabtis diri menjadi orang-orang yang layak sebagai pemilik, penganut dan pencinta tradisi spiritualnya. Orang yang layak adalah orang yang selalu merindukan metanoia,yang selalu menginginkan transformasi diri dan komunitasnya berkat pancaran isi tradisinya. Hemat saya, titik inilah yang menjadikan Larantuka sebagai kota ziarah yang layak dikunjungi. Kerja berat siap menanti. Tidak hanya pemerintah, Gereja pun perlu memiliki konsep-konsep sister city yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sister city tentu bukan proyek yang syarat bisnis untung ruginya. Sister city tentu bukan aksi gagah-gagahan yang mencoba membuat Larantuka “tampil beda”. Sister city tentu bukan sekedar “memoria” tentang keindahan sejarah dan khazanah spiritual Gereja di masa lalu. 
Sekiranya sister city nantinya “tidak dilihat semata” sebagai komoditas ekonomis. Sekiranya pula, sister city nantinya “tidak semata dipandang” sebagai komoditas politik elit-elit politik tertentu. Mereka yang menanam baliho tentu tidak punya pikiran “dangkal” seperti ini. Mereka tentu sepakat kalau gurauan di ruang jamuan makan menjadi awal dari sebuah sejarah baru bagi Larantuka: Kota Rohani yang layak dihuni! Selamat menyambut sister city!
(Artikel ini ditulis oleh Sdr. Ansel Atasoge)

Thursday, July 5, 2012

Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Dugaan Korupsi US$ 5 Milyar di Petral


Written By @TrioMacan2000 

(Twitterland, 19 Apr 12)

Dulu kita dihebohkan dgn pemberitaan tentang Petral yang mau dibubarkan MenBUMN Dahlan Iskan, tapi ternyata batal dan bahkan sekarang makin eksis. Dari dulu Petral disebut2 sebagai sarang korupsi puluhan triliun mulai dari jaman Orba/Suharto sd sekarang ini. Tak pernah bisa disentuh. 

      Petral atau Pertamina Trading Energy Ltd adalah Perseroan Terbatas anak perusahan Pertamina yang bergerak di bidang perdagangan minyak. Saham Petral 99.83% dimiliki oleh PT. Pertamina dan 0.17% dimiliki oleh Direktur utama Petral Nawazir sesuai dgn UU/CO Hongkong. Tugas utama Petral adalah menjamin supply kebutuhan minyak yg dibutuhkan Pertamina/Indonesia dgn cara membeli minyak dari luar negeri. Saat ini Petral memiliki 55 perusahaan yg terdaftar sebagai mitra usaha terseleksi. Pengadaan minyak oleh Petral dilakukan secara tender terbuka. Namun Petral juga melakukan pengadaan minyak dgn pembelian langsung. Alasannya : ada jenis minyak tertentu yg tdk dijual bebas atau pembelian minyak secara langsung dapat lebih murah dibandingkan dgn mekanisme tender terbuka. 

Tahun 2011 Petral membeli 266,42 juta barrel minyak. Terdiri dari 65,74 juta barrel minyak mentah dan 200,68 juta barrel berupa produk. Harga rata2 pembelian minyak oleh Petral adalah : USD 113,95 per barel utk minyak mentah, USD 118,50 utk premium, USD 123,70 utk solar. Total pembelian minyak Petral adalah : USD 7.4 milyar utk minyak mentah dan USD 23.2 milyar utk bensin/solar. Total : USD 30.6 milyar. 

US$ 30.6 milyar atau setara dengan Rp. 275.5 triliun per tahun. Itulah jumlah uang yg dikeluarkan Pertamina/Negara utk Impor Minyak. Sekali lagi...uang Pertamina/Negara yg dikeluarkan untuk membeli minyak impor melalui Petral pada tahun 2011 = Rp. 275.5 triliun. Jumlah uang yg luar biasa besar yg dikeluarkan Negara utk beli Minyak Impor melalui Petral ini. Tentu saja TIDAK pernah luput dari MAFIA. 

MAFIA minyak yg disebut2 menguasai dan mengendalikan Petral adalah Muhammad Riza Chalid. Riza diduga kuasai Petral selama puluhan tahun. Disamping Riza, dulu Tommy Suharto juga disebut2 sebagai salah satu Mafia Minyak. Perusahaan Tommy diduga mark up atau titip US$ 1-3/barel. 

Kita sudah tahu siapa Tomy Suharto, tapi siapakah Muhammad Riza Chalid? Dia adalah WNI keturunan Arab yg dulu dikenal dekat dgn Cendana. Riza, pria berusia 53 tahun ini disebut sebagai PENGUASA ABADI dalam bisnis Impor Minyak RI. Dulu dia akrab dgn Suharto. Sekarang merapat ke SBY. 

Riza disebut2 sebagai sosok yg rendah hati, tapi siapapun pejabat Pertamina termasuk Dirut Pertamina akan gemetar dan tunduk jika ketemu dia. Siapa pun pejabat Pertamina yg melawan kehendak Riza, akan lenyap alias terpental. Termasuk Ari Soemarno Dirut Pertamina yg copot jabtaannya.

      Ari Soemarno dulu terpental dari jabatan Dirut Pertamina gara2 mau pindahkan Petral dari Singapore ke Batam. Riza tdk setuju. Ari dipecat. Jika Petral berkedudukan di Batam/Indonesia tentu Pemerintah dan masyarakat luas lebih mudah awasi operasional Petral yg terkenal korup. Rencana Ari Soemarno ini tentu bahaya. Bisa ganggu kenyamanan Mafia Minyak yg sudah puluhan tahun menikmati legitnya bisnis minyak. 

Para perusahaan minyak dan broker minyak internasional mengakui kehebatan Riza sebagai God Father bisnis Impor Minyak Indonesia. Di Singapore, Muh Riza Chalid dijuluki "Gasoline God Father". Lebih separoh Impor Minyak RI dikuasai oleh Riza. Ga ada yg berani lawan. Tapi kasus tersebut hilang tak berbekas dan para penyidiknya diam tak bersuara. Kasus ditutup. Padahal itu diduga hanya sebagian kecil saja. 

      Dulu Global Energy Resources, perusahaan Riza pernah diusut karena temuan penyimpangan laporan penawaran minyak impor ke Pertamina. Global Energy Resources adalah milik Riza. Itu adalah induk dari 5 perusahan : Supreme Energy, Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil dan Cosmic Petrolium yg berbasis di Spore & terdaftar di Virgin Island yang bebas pajak. Ke 5 perusahaan ini mitra utama Pertamina. 

Kelompok Riza Cs ini juga yg diduga selalu halangi pembangunan kilang pengolahan BBM dan perbaikan kilang minyak di Indonesia. Bahkan penyelesaian PT. TPPI yg menghebohkan itu karena rugikan Negara, juga diduga tak terlepas dari intervensi kelompok Riza Cs ini. 

      Riza Cs ini mengatur sedemikian rupa agar RI tergantung oleh Impor Bensin dan Solar. INGAT : Impor Bensin & Solar kita 200 juta barel/tahun. Riza Cs ini sekarang berhasil mengalahkan Dahlan Iskan. Skore 3 : 0 utk Mafia Minyak. Dahlan Iskan keok.

  1. Gagal Bubarkan Petral. 
  1. Gagal Pindahkan Petral ke Indonesia. 
  1. Gagal Cegah Orang2 yg jadi Boneka Riza Cs jadi direksi di Pertamina. 

Dahlan Iskan mengalah. Janji Dahlan Iskan utk kalahkan BUMN Malaysia apalagi Petronas dalam 2 tahun itu hanya mimpi. Di Pertamina saja Dahlan takluk dgn Cikeas.

Siapa Riza cs itu? Disebut2 yang berada dibelakang Riza adalah Bambang Trihadmodjo, Rosano Barrack dst. Keluarga dan Genk Cendana. Sekarang Genk Cendana berhasil tundukan Cikeas dan Dahlan Iskan. Semua Direksi Pertamina sekarang adalah PRO MAFIA MINYAK. PRO PETRAL. 

Sekarang bukan hanya Petral yg menjadi BONEKA Riza Cs, tapi juga Pertamina. Kenapa bisa terjadi seperti ini? Ada info lebih "menyeramkan"

Ingat "aksi jalan tol" Dahlan Iskan beberapa waktu yg lalu, disebut teman2 saya sebagai Kompensasi Frustasi Dahlan menghadapi Hegemoni Mafia ini. Sejak Dahlan Iskan teriakan : "Bubarkan Petral!" Mafia minyak ini bergerak cepat. Konsolidasi. Masuk ke Cikeas, Istana & Lapangan Banteng. 

Bagaimana cara Riza Cs ini menusuk Istana, Cikeas dan Lapangan Banteng? Sumber saya menyebutkan bahwa Riza dekat sama Purnomo Y dan Pramono Edhie Wibowo, adik Ani SBY sejak Edhie masih di Kopassus. Purnomo yg menteri ESDM & Edhie sebagai pintu masuk Riza cs ke Cikeas. 

Riza Cs ini sering berkunjung ke Cikeas utk mengamankan Praktek Mafia di Impor Minyak Pertamina. Tentu saja tak ada makan siang yg gratis. Selain di jajaran Elit Politik, Riza Cs juga sangat dekat dgn Wakil Dirut Perusahaan Hulu Migas dan Syamsu Alam yg General Managernya. 

Purnomo Yusgiantoro sewaktu jabat MenESDM bertugas mengamankan kontrak2 pembelian Minyak Impor dari Mafia Minyak ini. Jero Watjik juga. 

Dahlan Iskan yg minta Pertamina beli minyak secara langsung, malah ditantang oleh Direksi Pertamina, bahwa Pertamina HARUS beli via broker. Dahlan Iskan terbengong2, ga bisa ngomong dengar ucapan Direksi Pertamina. Dia mau benahi Pertamina ternyata tok mentok tak iye hehehe..  Dahlan Iskan ternyata KO berhadapan dgn Mafia Minyak RI yg dikomandani Riza. Ini bisnis Ratusan Triliun per tahun. Dahlan Iskan tak kuat. 

      Kembali ke Riza. Nama Riza tdk tercantum dalam Akte Global Energy Resources. Holding perusahaan broker minyak milik Riza itu. Dalam Akte Global, yang tercatat adalah Iwan Prakoso (WNI), Wong Fok Choy dan Fernadez P. Charles. Tapi sesungguhnya Riza pemiliknya. Utk memperkuat posisi Riza Cs di Pertamina, sebagian direksi Pertamina yg kurang setuju dgn pembelian minyak via broker diganti kemaren. Sekarang semua direksi Pertamina yg ada merupakan kelompok pendukung Riza sang Mafia Minyak dengan dukungan penuh Istana, Cikeas, Menko. Bukan hanya Impor Minyak saja Riza Cs berkuasa. Dalam pembelian atau penampungan Batubara Minyak dari Pertamina Riza juga berkuasa. Pembelian Batubara Minyak dari Pertamina dilakukan oleh Orion Oil dan Paramount Petroleum milik Riza Cs. Riza adalah penguasa minyak RI. 

Dulu ada broker besar lain ingin dapat jatah impor minyak dari Petral/Pertamina. Dia bersama kakak tertua Ani SBY datang ke Spore. Dirut Petral sambut kedatangan pengusaha itu. Intinya Petral siap berikan "jatah" ke pengusaha itu. Tapi, kemudian Riza datangi Wiwiek. Riza disebut2 berikan US$ 400,000 kepada Wiwiek utk tidak usah bantu pengusaha itu. Wiwiek setuju. Selesai tuh barang. Ga jadi hehehehe...

Apa yg menjadi motif SBY sampai bisa di Kooptasi oleh Mafia Minyak? Apa dealnya?Bagaimana modusnya? Apa langkah Dahlan Iskan hadang mereka? 

Sementara sekian dulu... Terima kasih telah membaca. Mari bebaskan Negeri ini dari Penjajahan Mafia. MERDEKAAAA !!!