Friday, September 21, 2012

Peluang Prabowo Subianto



Pilkada DKI putaran kedua telah berakhir. Hasil quick count beberapa lembaga survei menunujukkan bahwa pasangan Jokowi-Ahok berhasil mengungguli pasangan Foke-Nara. Bahkan, Litbang Kompas menyatakan bahwa Jokowi-Ahok memperoleh suara 52,97 % dan Foke-Nara mendulang suara sebanyak 47,03 % (Kompas 21/9/2012).Quick count Litbang Kompas dapat diandalkan karena prestasinya yang paling mendekati hasil KPU pada putaran pertama. Hasil resmi pilkada baru dapat diumumkan oleh KPU pada tanggal 28 atau 29 September yang akan datang.

Dari hasil pemungutan suara ini, makin terbuktilah bahwa dukungan partai politik (parpol) tidak identik dengan jumlah suara yang akan diraih oleh calon yang diunggulkan oleh partai tersebut. Semua parpol besar seperti Partai Demokrat (PD), Partai Golkar, PKS, PKB, secara memalukan runtuh dibawah kaki Jokowi-Ahok  yang hanya didukung oleh PDI-P dan Gerindra. Figur pribadi Jokowi-Ahok lebih dominan daripada citra parpol besar.

Kecenderungan seperti ini sebenarnya juga tercermin pada pemilu presiden 2004 ketika SBY mencalonkan diri sebagai presiden dengan dukungan PD yang belum lama lahir. Ternyata SBY memenangkan pemilu presiden karena citra pribadinya, bukan karena citra partainya. Jadi, bisa saja parpol-parpol berteriak memperoleh dukungan dari anggotanya yang berjumlah puluhan juta, tetapi pada saat pemilu, mereka ditinggalkan oleh  anggotanya.
Hasil pilkada DKI pada putaran pertama dan kedua telah melontarkanalarm bagi parpol, bahwa dukungan para anggota dan kadernya tidak memiliki arti kalau calon yang didukungnya tidak memiliki citra yang positif di mata rakyat. Poster besar atau iklan besar yang bertebaran dimana-mana dengan biaya puluhan milyar akan menguap begitu saja kalau calonnya hanya “begitu-begitu”  saja.

Karena itu, tak pelak lagi bahwa hasil pilkada DKI akan memberi peluang bagi Prabowo Subianto untuk lebih percaya diri dalam pencalonan dirinya sebagai presiden pada tahun 2014. Dengan hasil pilkada DKI, citra Gerindra juga ikut terbawa. Citra PDI-P juga semakin kuat, walaupun  konon semula tidak ingin mencalonkan Jokowi.

Tampaknya pilkada DKI bisa dipakai sebagai batu loncatan (stepping stone) bagi Prabowo untuk memantapkan langkahnya  meraih kursi nomor satu di republik ini. Isu masa lalu yang negatif mengenai dirinya dapat dipastikan akan mencuat kembali untuk mendiskreditkannya. Sekarang bergantung bagaimana Prabowo mengatur strategi untuk lebih mendekatkan dirinya dengan rakyat sehingga isu negatif tersebut dapat dikurangi.

Mungkin ada yang berpendapat bahwa masa lalu, biarlah berlalu. Sampai saat ini, tidak terdapat bukti yang kuat bahwa ia terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada masa Orde Baru. Kalaupun seandainya ia terlibat, mungkin ia dapat diberikan kesempatan kedua untuk memperbaikinya. Orang takkan terperosok dua kali, kecuali keledai. Dan yang jelas Prabowo bukanlah keledai.

Oleh: Djohan Suryana
Sumber: Forum Kompasiana

No comments:

Post a Comment