Saturday, July 16, 2016

Pro Kontra Kebijakan Moratorium CPNS

Ilustrasi PNS

Sejak awal peralihan tampuk pemerintahan dari SBY-Boediono ke Jokowi-JK, kita telah mendengar wacana pemerintah untuk melakukan moratorium penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dari jalur formasi umum. Hal ini dibedakan dari penerimaan CPNS baru dari jalur ikatan dinas dan jalur khusus yang saat ini belum dilakukan moratorium. Rencana ini telah menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Ada pro dan kontra di tengah dengan berbagai alasan yang mendasarinya. 

Dari kalangan yang Pro / Setuju dengan kebijakan menyatakan bahwa memang hal ini perlu dilakukan untuk menekan belanja rutin / belanja pegawai yang saat ini mencapai 50-54 % dari APBN. Kondisi APBD pada hampir setiap daerah di Indonesia pun sungguh memprihatinkan. Rasio perbandingan Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung mencapai 80:20, bahkan ada yang 85:15. Presiden memerintahkan kepada seluruh Gubernur di Indonesia untuk menyampaikan kepada Bupati dan Walikota agar anggaran Aparatur bisa digeser ke anggaran pembangunan.

Dari kalangan Kontra menyampaikan bahwa kebijakan moratorium tidak perlu dilakukan karena angka pengangguran di negara kita masih sangat tinggi. Dengan demikian moratorium CPNS akan semakin meningkatkan angka pengangguran. Sebagai gambaran atas kondisi ini, jumlah pelamar CPNS tahun 2014 saja mencapai 2.603.780, padahal formasi yang disediakan hanya 100.000. Ada sebagian Pemerintah Daerah menolak moratorium karena PNS di daerahnya masih kurang.

Pendapat moderat pernah dikemukakan oleh Kepala BKN, Eko Sutrisno bahwa kebijakan moratorium ini tidak kaku, yaitu bahwa dalam kurun waktu 5 tahun masa pemerintahan Jokowi-JK, seluruh instansi wajib melakukan penataan pegawainya. Penataan dimaksud didasarkan pada tiga kategori kondisi kepegawaian pada masing-masing instansi, antara lain:
  • Kategori jumlah pegawai Kurang (K): apabila jumlah PNS yang ada lebih kecil/sedikit dari hasil penghitungan kebutuhan pegawai dengan toleransi kelonggaran 2,5%.
  • Kategori jumlah pegawai Sesuai (S) : apabila jumlah PNS yang ada mendekati hasil penghitungan kebutuhan pegawai dengan toleransi / kelonggaran antara (-2,5%) sampai dengan 2,5%. 
  • Kategori jumlah pegawai lebih (L): apabila jumlah PNS yang ada lebih besar / banyak dari hasil penghitungan dengan toleransi / kelonggaran 2,5 %. 

Berdasarkan tiga kategori di atas, tentu saja penataan kepegawaiannya pun berbeda. Pada instansi yang termasuk dalam kategori jumlah pegawai Kurang (K), penataan dilakukan dengan cara : 
  1. Melakukan distribusi pegawai dari unit Organisasi yang kelebihan kepada unit organisasi yang kekurangan
  2. Penarikan PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada instansi lain disesuaikan dengan syarat jabatan.
  3. Memberdayakan dengan cara memberikan pendidikan dan pelatihan serta memperkaya tugas pegawai yang ada untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang tidak dapat dilaksanakan karena kekurangan pegawai.
  4. Menyusunperencanaan pengembangan pegawai.
  5. Menyusun perencanaan pegawai untuk 5 tahun ke depan dengan pendekatan positive growth  atau melaksanakan penerimaan pegawai dengan jumlah lebih besar dibandingkan pegawai yang berhenti, dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

Pada instansi yang termasuk dalam kategori jumlah pegawai Sesuai (S), penataan dilakukan dengan cara :
  1. Melakukan distribusi pegawai dari unit Organisasi yang kelebihan kepada unit Organisasi yang kekurangan.
  2. Melakukan pemetaan potensi dalam rangka mengetahui minat dan bakat pegawai.
  3. Mengangkat PNS yang menduduki jabatan fungsional umum ke dalam jabatan fungsional tertentu sesuai dengan kebutuhan instansi dan mengidentifikasi kebutuhan pendidikan dan pelatihannya.
  4. Menyusun perencanaan pengembangan pegawai.
  5. Menyusun perencanaan pegawai untuk 5 tahun ke depan dengan pendekatan zero growth  atau melaksanakan penerimaan pegawai dengan jumlah sama dengan pegawai yang berhenti, dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

Pada instansi yang termasuk dalam kategori jumlah pegawai Lebih (L), penataan dilakukan dengan cara :
  1. Melakukan distribusi pegawai dari unir Organisasi yang kelebihan kepada unit Organisasi yang kekurangan.
  2. Melakukan penilaian kinerja, penegakan disiplin PNS dan penilaian kompetensi untuk mengetahui PNS yang memiliki kompetensi dan kapabilitas sesuai dengan syarat jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Apabila hasil penilaian tersebut di atas menunjukkan bahwa PNS yang memiliki kompetensi dan kapabilitas sesuai dengan syarat jabatan kurang dari jumlah yang dibutuhkan maka dilakukan penyusunan peringkat bagi PNS yang belum memiliki kompetensi dan kapabilitas sesuai dengan syarat jabatan.
  4. Menerapkan Undang-undang Nomor 11 tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2008 bagi PNS yang tidak memiliki kompetensi sesuai dengan syarat jabatan sebagaimana dalam butir (2) dan mendapat peringkat terendah di bawah jumlah pegawai yang dibutuhkan sebagaimana butir (3) dengan alternatif sebagai berikut : 
  • Bagi PNS yang telah mempunyai masa kerja minimal 10 tahun dan usia minimal 50 tahun, dapat langsung diberhentikan dengan memperoleh hak pensiun.
  • Bagi PNS yang belum mempunyai masa kerja 10 tahun, namun telah mencapai usia minimal 45 tahun diberikan uang tunggu selama 1 tahun dan dapat diperpanjang sampai 5 tahun. Apabila dalam masa menerima uang tunggu PNS yang bersangkutan telah mencapai usia 50 tahun dan mempunyai masa kerja minimal 10 tahun, maka yang bersangkutan dapat diberhentikan dengan memperoleh hak pensiun. Apabila sampai berakhir masa uang tunggu, PNS yang bersangkutan : a) sudah mempunyai masa kerja 10 tahun tetapi belum mencapai usia 50 tahun, maka yang bersangkutan diberhentikan namun hak pensiunnya baru diterima pada saat yang bersangkutan telah mencapai usia 50 tahun. b) belum mempunyai masa kerja 10 tahun dan belum mencapai usia 50 tahun, dapat diberhentikan sebagai PNS tanpa hak pensiun. 
5. Menyusun perencanaan pegawai untuk 5 tahun ke depan dengan pendekatan minus growth  atau melaksanakan penerimaan pegawai dengan jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan pegawai yang berhenti berdasarkan skala prioritas sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
6. Melakukan evaluasi dan analisis organisasi yang menyangkut tugas, fungsi dan struktur organisasi.

Moratorium CPNS dalam Konteks Provinsi NTT

Dengan melihat standar Pemerintah Pusat bahwa belanja aparatur tidak boleh melebihi 50 persen, maka sebagian besar daerah di Prov. NTT tidak mendapatkan jatah CPNS baru. Kecuali Kabupaten Manggarai Timur dengan Belanja Aparatur 25 % APBD, kabupaten-kabupaten lain di Provinsi NTT memiliki belanja pegawai di atas 50 % APBD-nya, dengan belanja pegawai terbesar adalah Kabupaten Ende yang mencapai 77% APBD. Kabupaten Flores Timur berada di urutan kedua dengan 75 % APBD. Kondisi ini menuntut setiap Daerah untuk melakukan penataan dengan menekan jumlah belanja pegawai hingga mencapai batas minimal yang ditetapkan.

Sergap NTT minggu lalu memberitakan sebuah "perlawanan" dari Bupati Ngada, Marianus Sae terhadap kebijakan moratorium ini. Bupati Marianus menolak pengangkatan tenaga kesehatan hasil kesepakatan / MoU antara Menpan-RB dan Kemenkes. Argumentasi yang disampaikannya adalah bahwa Pemerintah Pusat tidak konsisten dengan penerapan kebijakan moratoriumnya; Pemerintah Daerah "dipaksa" untuk menerima CPNS yang ditentukan Pemerintah Pusat. Parahnya, personil CPNS ini mayoritas berasal dari luar daerah, sehingga putera-puteri daerah hanya menjadi penonton di tanahnya sendiri. Pengalaman membuktikan bahwa setelah 1 atau 2 tahun bekerja, PNS jalur khusus ini mengajukan permohonan pindah ke daerah asalnya dengan alasan-alasan yang terbilang mengada-ada.

Berpedoman pada ketentuan dan fakta-fakta tersebut di atas, maka kebijakan moratorium bagai buah simalakama. Di satu sisi baik untuk menghemat anggaran, tetapi di sisi lain inkonsistensi pemerintah pusat menimbulkan "pembangkangan" oleh Daerah. Maka sudah seharusnya kebijakan ini patut dievaluasi dan harus konsisten dalam penerapannya.