Monday, October 8, 2012

Reformasi Kepolisian Ala Mikhail Saakashvili


Mikheil Saakashvili, merupakan Presiden Georgia sejak tahun 2004 yang terpilih lagi pada 2008. Pada tahun pertamanya, tepatnya 2005, Mikhail memecat seluruh personel Polisi Lalu Lintas karena terindikasi terlibat korupsi. Mau tahu jumlahnya? 30 ribu personel!


"Pada dasarnya, kami memiliki kekuatan polisi paling korup di dunia," kata Mikhail seperti dikutip dari situs radio berita NPR pada 15 September 2005 lalu. 



Tak hanya main tebas, pada awalnya Mikhail menaikkan gaji polisi, namun tidak memberi fasilitas seperti seragam, mobil dan bahan bakarnya, mendorong polisi agar jujur, bila menerima suap harus memberikan sebagian hasil korupsinya itu pada negara.



"Dan bekerjanya sederhana saja. Pemerintah memberi tahu polisi, 'Anda ini seharusnya di luar sana, Anda harus memiliki mobil, tapi kami tak ingin memberikan Anda mobil. Anda ingin bensin di mobil, jadi Anda harus mencarinya sendiri. Anda butuh memakai seragam, kami tak peduli dari mana Anda mendapatkannya. Anda hanya harus bertahan sendiri, tentu saja, karena kami tidak akan membayar Anda karena itu sangat simbolik. Dan tidak saja Anda menerima suap dari orang-orang, tapi karena Anda harus membagi penghasilan korup itu pada atasan, maksud saya, pemerintah yang menunjuk Anda,".



Ternyata, cara itu tak manjur mengurangi korupsi di kalangan kepolisian. Cara itu malah membuat polisi sebagai penjahat yang diberi kewenangan oleh negara.



"Tentu saja saat itu begitu. Dan begitu pula yang kami lakukan, saya maksud, di awal-awal bulan, kami mencoba untuk marah. Anda tahu, kami mendorong mereka untuk jujur, meningkatkan pendapatan mereka. Ternyata, itu tidak membantu. Jadi akhirnya, intinya 80-90 persen polisi dipecat. Kita berbicara tentang 25 ribu-30 ribu orang," kata Mikhail.



Akhirnya, setelah dipecat seluruh Polantas itu, kekuatan baru yang menggantikan Polantas dibangun, orang-orang baru direkrut. Mikhail membangun kekuatan pengganti Satlantas itu di bawah asistensi Urusan Penegakan Hukum dan Biro Narkotika Internasional Amerika Serikat (AS).



"Jadi ketika orang-orang baru direkrut, butuh 2-3 bulan untuk mencari orang-orang yang bagus, memberikan mereka pelatihan di akademi yang disponsori AS. Namun kami juga memberikan mereka seragam baru yang bagus dengan badge seperti polisi AS, mobil Jerman yang bagus, alat komunikasi buatan AS, kami berikan semua," imbuhnya. 



"Di samping itu, kami berikan mereka 20 kali lipat gaji, dalam beberapa kasus, itu untuk pemula," tutur Mikhail.



Hasilnya, warga Georgia yang tadi malas berurusan dengan polisi karena disebutnya bikin sakit kepala, sekarang, hal-hal kecil saja, seperti kunci hilang dan masalah keluarga, warga tak segan berurusan dengan polisi. 



"Saya pikir angka kriminalitas menurun. Polisi lama dulu sering memukul orang, menyiksa sambil memeras. Polisi yang baru ini terdidik dan terkendali, zero tolerance tentang penyiksaan, zero tolerance," tegas Mikhail.


(nwk/vit) 

Sumber: DetikNews

Kronologi Kasus Novel Versi Tim Investigasi KPK


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk tim investigasi yang menelusuri sejauh mana keterlibatan penyidiknya, Kompol Novel Baswedan dalam kasus dugaan penganiayaan berat tersangka pencurian sarang burung walet seperti yang dituduhkan Kepolisian Daerah (Polda) Bengkulu.
Dari penelusuran tim tersebut, KPK menemukan sejumlah fakta mengenai kasus itu yang berbeda dengan Kepolisian. Juru bicara KPK Johan Budi, dalam konferensi pers, Minggu (7/10/2012) malam, mengatakan, hasil investigasi sementara menemukan bahwa peristiwa dugaan penganiayaan seperti yang dituduhkan Polri itu terjadi pada Februari 2004.
Saat kejadian itu, kata Johan, Novel yang ketika itu menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu sedang berada di kantornya. "Malam kejadian, sekitar Februari 2004 itu sedang berada di kantor Kasat Reskrim saat itu," jelas Johan.
Malam itu, lanjut Johan, Novel mendapat laporan dari anak buahnya yang mengatakan ada pencurian sarang burung walet di Bengkulu. Novel pun menindaklanjuti informasi tersebut dan mengirim anak buahnya ke tempat kejadian perkara (TKP). "Selaku Kasat, Novel yang bertanggung jawab atas apa yang dilakukan anak buahnya," ujar Johan.
Dari informasi anak buah Novel di TKP, diketahui kalau si pelaku pencurian sarang burung walet itu terjebak di dalam gedung dan hampir diamuk massa. Novel pun, lanjut Johan, memerintahkan anak buahnya untuk mengamankan tersangka itu dari amukan massa tersebut. "Lalu tersangka dan barang bukti di bawa ke Mapolresta Bengkulu," kata Johan.
Kemudian, katanya, dari hasil pemeriksaan sementara terhadap para tersangka, tim yang dibentuk Novel melakukan pengembangan perkara dengan membawa tersangka ke lokasi perkara, di sebuah bangunan di dekat pantai. Pada saat tersangka dibawa ke sana, kata Johan, terjadi kekisruhan. "Kemudian enam tersangka itu mengalami luka tembak," katanya.
Terhadap kejadian itu, Novel pun mendapat laporan dari anak buahnya. Novel kemudian memerintahkan anak buahnya membawa tersangka yang terluka tempat itu ke rumah sakit terdekat. "Keesokan harinya, dari enam ini, ada satu yang meninggal dunia," tambah Johan.
Selanjutnya, peristiwa pencurian sarang burung walet itu dilanjutkan hingga proses persidangan, sementara terkait insiden kericuhan yang mengakibatkan enam pencuri ini ditembak, penyidik dari Reserse Kriminal Mapolres Bengkulu dan Polda Bengkulu melakukan penyelidikan dan pemeriksaan kode etik terhadap penyidik-penyidik yang diduga melakukan penembakan tersebut.
"Nah saudara Novel selaku Kasat Serse waktu itu ikut tanggung jawab. Novel juga dilakukan pemeriksaan kode etik, karena dia kasat reskrimnya," ucap Johan.
Dari hasil pemeriksaan kode etik tersebut, Novel pun dikenakan sanksi berupa teguran. Setelah insiden itu, Novel masih dipercaya sebagai Kasat Reskrim di Polres Bengkulu hingga Oktober 2005. Baru pada 2006, Novel bergabung dengan KPK sebagai penyidik.
"Dia juga diusut dan sudah ada keputusan, dua teguran, sehingga jabatan kasat reskrim itu masih dijabat novel sampai Oktober 2005 bahkan Novel lulus seleksi di pendidikan PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) Jakarta," ungkap Johan.
"Perlu disampaikan ini hasil investigasi kita terhadap sangkaan yang disampaikan Polri. Tim kita sudah turun beberapa waktu lalu mencari informasi-informasi," tambah Johan.
Namun, lanjutnya, yang terjadi sekarang Polisi membuat laporan pengaduan masyarakat terhadap Novel. Laporan tersebut, menurut KPK, dibuat 1 Oktober 2012 atau empat hari sebelum Polda Bengkulu menggeruduk Gedung KPK untuk menangkap Novel.
"Baru beberapa waktu lalu laporan terhadap saudara Novel yang terjadi delapan tahun silam, dibuat 1 Oktober dengan nomor laporan 1285/11/2012/SPKT," ungkap Johan. Laporan inilah yang dijadikan Polda Bengkulu sebagai dasar penyidikan kasus Novel.
Direktur Kriminal Umum Polda Bengkulu Komisaris Besar Dedy Irianto sebelumnya mengatakan bahwa kasus delapan tahun yang menimpa Novel itu diusut karena ada laporan masyarakat. "Ada laporan keberatan dari masyarakat. Kapan saja bisa kami proses sepanjang belum kedaluwarsa," katanya, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, Polda Bengkulu menerima laporan dari tersangka yang menjadi korban penembakan delapan tahun silam itu. Kepolisian juga mengklaim telah menerima laporan dari korban tersebut pada Agustus lalu.
Berita-berita terkait lainnya bisa diikuti di Topik Pilihan: POLISI VS KPK
Editor :
Kistyarini