Showing posts with label Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts

Tuesday, July 16, 2013

Dinas PPO NTT Tarik dan Musnahkan Buku Porno

  
Ilustrasi Buku Porno
"Pernahkah Anda menyaksikan anak Anda dewasa sebelum waktunya? Anak dewasa karbitan dapat ditandai dengan menurunnya nilai mata pelajaran sekolah, bergaya hidup mewah, berbusana buruk, kurangnya rasa hormat kepada orang tua, egois, dan sebagainya. Orang tua tentunya was-was terhadap perubahan perilaku hidupnya seperti ini. Salah satu penyebabnya adalah keseringan anak mengkonsumsi produk-produk berbau porno, seperti buku bacaan porno, VCD/DVD porno, gambar porno, dsb. Maka itu, langkah terbaik yang harus kita lakukan sekarang adalah mencegahnya sebelum terlambat.

Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahrgara (PPO) Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) segera menyurati para kepala dinas PPO kabupaten/kota se- NTT terkait beredarnya buku mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk siswa kelas 6 Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang isinya berbau porno.
Hal ini disampaikan Sekretaris Dinas PPO NTT, Johanis Mau. S.Sos, M.M ketika dikonfirmasi Pos Kupang, Minggu (14/7/2013). Johanis mengaku informasi  buku mata pelajaran Bahasa Indonesia bagi SD/MI yang berbau porno itu telah diketahui Dinas PPO NTT. Karena itu, lanjut Johanis, ada beberapa langkah yang segera ditempuh, terutama menyurati para kepala dinas PPO kabupaten/kota se-NTT agar menelusuri buku tersebut di sekolah-sekolah dan peredaran di pasar (toko buku).
"Jelas kami akan menyurati kepala dinas PPO kabupaten/kota se-NTT supaya segera melakukan penelusuran atau pengecekan buku tersebut. Tugas dinas PPO kabupaten/kota harus bergerak cepat agar buku itu tidak beredar lebih dahulu," tegasnya.
Ditanya jika buku tersebut sudah terlanjur beredar atau dibeli siswa dan pihak sekolah, Johanis menegaskan, Dinas PPO NTT meminta supaya  pengusaha yang memasarkan buku itu segera menarik kembali  dari peredaran agar tidak berdampak buruk bagi anak didik. "Kalau ada yang terlanjur beredar kami minta ditarik kembali oleh pengusaha dan dimusnahkan," katanya.
Ia menjelaskan, mekanisme pengadaan buku pelajaran di SD biasanya melalui kepala sekolah. Karena itu,  pihaknya meminta para kepala sekolah agar selektif  menginstruksi pembelian buku dan harus meneliti buku sebelum dibeli.
"Kepala sekolah harus berani meneliti halaman demi halaman buku pelajaran yang hendak dibeli. Dan, kasus yang terjadi di Jawa  Barat itu bukan tidak mungkin bisa terjadi di  NTT. Karena itu kami imbau supaya kepala sekolah perhatikan hal ini," tegas Johanis. *
 
Penulis: oby_lewanmeru
Editor: alfred_dama
Sumber: Pos Kupang

Thursday, January 10, 2013

MK Bubarkan Sekolah Bertaraf Internasional

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi membubarkan sekolah bertaraf internasional dan rintisan sekolah bertaraf internasional. Hal ini merupakan dampak dari dikabulkannya uji materi terhadap Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur pembentukan sekolah bertaraf internasional.

Majelis hakim konstitusi menilai pembentukan sekolah bertaraf internasional berpotensi mengikis rasa bangga dan karakter nasional. Hal ini bertentangan dengan konstitusi yang menganjurkan pemerintah untuk semakin meningkatkan rasa bangga dan membina karater bangsa.

”Membangun pendidikan yang setara internasional tidak harus mencantumkan label bertaraf internasional. Sistem pendidikan di dalamnya juga berdampak mengurangi pembangunan jati diri nasional,” kata hakim konstitusi Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa, 8 Januari 2013.

Selain itu, pembentukan sekolah RSBI melahirkan perlakuan berbeda pemerintah terhadap sekolah dan siswa. Hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 31 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 tentang hak dan kewajiban menjalankan pendidikan.

Majelis menyatakan, siswa yang memiliki kemampuan lebih atau di atas rata-rata memang perlu diperlakukan secara berbeda. Akan tetapi, hal itu tidak berarti harus diaplikasikan dengan membentuk RSBI. Pembentukan sekolah bertaraf internasional lebih menunjukkan perlakuan pemerintah yang berbeda. Sebab, nilai rata-rata yang tinggi hanya bagi siswa RSBI sedangkan sekolah biasa akan terus ketinggalan.

Ia juga menyatakan, dengan pembentukan RSBI, pendidikan berkualitas menjadi mahal. RSBI hanya dapat dinikmati beberapa kalangan. Menurut Anwar, ini menunjukkan ketidakadilan terhadap siswa.

Uji materi ini diajukan murid, dosen, aktivis pendidikan, dan Indonesia Corruption Watch, karena merasa dirugikan dengan pemberlakuan pasal tersebut. Mereka mendalilkan RSBI dan SBI sangat rentan dengan penyelewengan dana. Dua sekolah bertaraf internasional itu juga dituding berpotensi menimbulkan diskriminasi dan kastanisasi dalam bidang pendidikan.

Sejak aturan disahkan, dalam waktu singkat sekolah RSBI terbentuk di setiap kabupaten dan kota. Salah satu pengugat, Federasi Serikat Guru Indonesia, mencatat pada 2012 ada 1.300 sekolah RSBI untuk tingkat sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), ataupun sekolah menengah kejuruan (SMK).


FRANSISCO ROSARIANS

Saturday, March 31, 2012

Untuk Apa Sekolah?

Untuk apa bersekolah? Jika peserta didik banyak yang gagal menjadi insan Indonesia cerdas komprehensif seperti yang divisikan Kemendikbud. Kalau cerdas komprehensif sudah tidak, lalu apa? Apakah sekedar demi lembaran sertifikat untuk ditukar di bursa kerja demi menyambung hidup? Lalu untuk apa bersekolah? Jika di sekolah, para pelajar justru menjadi anarkis dengan budaya tawuran, pacaran, dan miskin prestasi. Memang pelajar kita banyak yang cerdas intelektual, mendapatkan olimpiade emas, tapi itu pun segelintir.Visi insan cerdas komprehensif terlalu muluk.
Bagaimana tidak, sekelas S1 saja banyak yang tidak mampu menyelesaikan masalah personalnya, seperti dalam hal karir misalnya, banyak yang masih di’suapi’ orang tua, dan bahkan tidak sedikit yang kemudian menjadi ‘pengacara’. Sekolah berbertahun-tahun dari TK-PT, berjuta teori didapatkan, dibentuk dengan visi ini visi itu, tapi toh banyak yang gugur ketika telah terjun ke lapangan? Bagaimana mungkin berkontribusi untuk negara dan bangsa, kalau ‘menyelamatkan’ diri sendiri saja tidak sanggup.  lalu untuk apa bersekolah?
Nabi Muhammad tidak bersekolah, SD pun tidak, tapi karyanya mendunia. Para pemikir, ilmuwan klasik banyak yang belajar secara otodidak, tetapi mampu  menemukan penemuan-penemuan penting melampaui zamannya. Banyak pula yang hanya lulusan SD tapi sukses secara finansial, dengan menjadi pebisnis besar. Banyak sarjana yang justru berprofesi di luar jurusanya. Dibanding dengan zaman dulu, di mana sarana dan prasarana masih minim dengan sekarang di mana sarana dan prasarana begitu massif, tetapi produktivitas manusia di dua zaman itu berbeda jauh. Manusia modern hanya cenderung menjadi mesin atau masyarakat mesin, yang juga tidak sedikit menjadi beban dan masalah bagi manusia, ketimbang memberi manfaat bagi sesama. Lalu masih pentingkah bersekolah?
Pelajaran dengan muatan nilai-nilai pancasila, norma-norma sosial spiritual diajarkan tetapi tidak diimplementasikan. Lihat masyarakat kita sekarang ini, tidak ada lagi semangat gotong royong, saling menghargai dan penuh toleransi. Ketika bentrok di jalan karena macet, kita lebih mengedepankan kemarahan ketimbang rasa empati. Ketika malam, anak muda mengendarai motornya dengan suara memekikan telinga, akibat knalpot yang dimodifikasi. Ketika berbeda kepercayaan, intoleransi dan perang yang dikedepankan di negara yang bersemboyan demokratis dan berslogan menjunjung tinggi HAM ini. Ketika bertemu di perjalanan, dihantui rasa saling curiga, karena takut dihipnotis. Ketika mengurus surat-surat di kantor kecamatan, terlibat sebuah urusan tidak saling memudahkan, malah dipalak birokrat tengik. Bangsa ini semakin tak berbudaya. Ketika ada masalah sepele, sudah bentrok antar kampung. Apalagi kita sekarang lebih sering anarkis, cepat marah, radikal, dan ekstrimis. Bentrok antar desa Lampung, pembakaran kantor bupati di Bima adalah buktinya. Tak salah, kalau sastrawan Taufik Ismail pernah menyebut manusia indonesia adalah manusia munafik. Lalu untuk apa bersekolah ?
So, sekolah tidak menjamin kita untuk sukses. Kalau hanya sekedar untuk sukses finansial, berwirausaha lebih menjanjikan. Lihat saudara-saudara kita Tionghoa, banyak yang sukses menguasai pasar dan perekonomian. Mengapa kita tidak belajar dengan pengajar dan kurikulum dari keturunan Tionghoa? Kalau sudah terbukti sukses. Investasi dan biaya pendidikan yang mahal dibayar dengan profesi dan penghargaan yang murah. Masak lulusan SMK bekerja sebagai Celaning Service Mall Blok M?  Apakah kualifikasi seorang Cleaning Service yang hanya menyapu dan membersihkan harus dipelajari di SMK dengan biaya pendidikan yang mahal pula?
Kalau bersekolah untuk berbudaya, menjadi pancasialis, santun, gotong royong, toleran, tapi toh itu hanya teori lalu untuk apa pelajaran PKn?
So, Sekolah dan output pendidikan tidak merubah dan memperbaiki kehidupan kita? memang bangsa yang maju identik dengan pendidikan yang maju pula seperti Jepang. So, Sekolah bukan satu-satunya jalan menuju sukses. Banyak jalan menuju Roma kawan!!!!

( sumber http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/13/untuk-apa-sekolah/ )