Monday, April 7, 2014

Bolehkah Peraturan Tingkat Daerah Berlaku Surut?

Pada dasarnya, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”).  Asas ini dikenal dengan namaasas non-retroaktif, yaitu asas yang melarang keberlakuan surut dari suatu undang-undang.
 
Prof Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H. dalam bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia” mengatakan bahwaasas ini sebenarnya sudah ditentukan untuk segala bidang hukum dan diulangi untuk hukum pidana yang termuat dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)yang berbunyi:
“Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu daripada perbuatan itu
 
Menurut Wirjono, larangan keberlakuan surut ini bertujuan untuk menegakkan kepastian hukum bagi penduduk, yang selayaknya ia harus tahu perbuatan apa yang merupakan tindak pidana atau tidak.
 
Namun, dalam praktiknya, untuk kejahatan-kejahatan atau kasus-kasus tertentu, seperti tindak pidana terorisme atau kejahatan terhadap kemanusiaan, asas non retroaktif ini bisa dikecualikan.Penjelasan lebih lanjut mengenai pengesampingan asas non-retroaktifpada tindak pidana tertentu ini dapat Anda simak dalam artikelMasalah Asas Non-Retroaktif dalam Pemberantasan Terorisme di Indonesia dan Asas Non Retroaktif.
 
Salah satu produk hukum yang Anda sebutkan adalah Peraturan Daerah (“Perda”).Perdamerupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana disebut dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (“UU 12/2011”):
a.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d.    Peraturan Pemerintah;
e.    Peraturan Presiden;
f.     Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
 
Lalu, bagaimana dengan produk hukum yang bukan berupa undang-undang seperti Perda ini?Apakah Perda bisa berlaku surut? Untuk menjawabnya, kita mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (“UU 12/2011”).
 
Dalam angka 124 Lampiran UU 12/2011 disebutkan bahwa jika suatu peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan pidana akan diberlakusurutkan, ketentuan pidananya harus dikecualikan, mengingat adanya asas umum dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut.
 
Jadi, berdasar hal tersebut, menjawab pertanyaan Anda, maka suatu produk hukum seperti perda bisa saja diberlakusurutkan, dengan catatan untuk ketentuan pidananya tidak ikut diberlakusurutkan oleh karena asas non retroaktif pada KUHP yang kami jelaskan tadi.
 
Contoh:
“Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 1976, kecuali untuk ketentuan pidananya.”
 
Lebih lanjut dikatakan dalam angka 155 Lampiran UU 12/2011 pada dasarnya mulai berlakunya peraturan perundang-undangan tidak dapat ditentukan lebih awal daripada saat pengundangannya.
 
Jika ada alasan yang kuat untuk memberlakukan Peraturan Perundang-undangan lebih awal daripada saat pengundangannya (berlaku surut), diperhatikan hal sebagai berikut (angka 156 Lampiran UU 12/2011):
a.    ketentuan baru yang berkaitan dengan masalah pidana, baik jenis, berat, sifat, maupun klasifikasinya, tidak ikut diberlakusurutkan;
b.   rincian mengenai pengaruh ketentuan berlaku surut itu terhadap tindakan hukum, hubungan hukum, dan akibat hukum tertentu yang sudah ada, dimuat dalam ketentuan peralihan;
c.    awal dari saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan ditetapkan tidak lebih dahulu daripada saat rancangan Peraturan Perundang-undangan tersebut mulai diketahui oleh masyarakat, misalnya, saat rancangan Peraturan Perundang-undangan tersebut tercantum dalam Prolegnas, Prolegda, dan perencanaan rancangan Peraturan Perundang-undangan lainnya
 
Sebagai referensi untuk Anda yang menguatkan bahwa suatu perda bisa berlaku surut, kami akan memberikan salah satu contoh perda yang mengatur teknik tata cara pembentukan dan tehnik penyusunan peraturan daerah. Perda yang dimaksud adalah Peraturan Daerah Provinsi Jawa TengahNomor 1 Tahun 2004 tentangTata Cara Pembentukan Dan Tehnik Penyusunan Peraturan Daerah (“Perda Jateng 1/2004”).
 
Dalam Perda Jateng 1/2004 disebutkan bahwa jika suatu peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan pidana akan diberlakusurutkan, ketentuan pidananya harus dikecualikan, mengingat adanya asas umum dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut.
                  
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
1.       Undang-Undang Dasar 1945
2.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 
3.    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 
4.    Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pembentukan Dan Tehnik Penyusunan Peraturan Daerah
 
Referensi:
Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama 

Langkah SBY Komentari Jokowi Tepat, tetapi Bisa Jadi Bumerang


Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia Effendi Ghazali menilai pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyinggung tentang sosok Jokowi dalam sebuah wawancara Biro Pers Kepresidenan merupakan upaya mengubah persepsi masyarakat menjelang tanggal 9 April. Namun, menurutnya, upaya SBY tak akan berhasil karena pernyataan tersebut justru bisa menjadi bumerang bagi dirinya.

"Kritikannya hanya 20 persen, jadi enggak seru. Orang akan berbalik pada dirinya Pak SBY lagi," ujar Effendi, saat dihubungi, Senin (7/4/2014).

Effendi mengatakan, momentum SBY yang memilih angkat bicara soal Jokowi menjelang pemilihan legislatif sebenarnya sudah tepat. SBY, lanjutnya, berharap masyarakat bisa mengingat apa yang akan dikatakannya dan bisa memengaruhi pilihan politik masyarakat. Namun, pendapat yang dilontarkannya dinilai sangat normatif.

"Misalnya, soal Jokowi jangan mau didikte, kita tahu, Pak SBY kan selama ini memang memiliki pembisik-pembisik di sekitarnya. Jadi kan berbeda dengan pengakuan dia selama ini tidak pernah diatur siapa pun?" kata Effendi.

Hal lain yang disoroti Effendi adalah soal pernyataan SBY yang meminta Jokowi tak takluk pada asing.

"Rakyat nanti yang bisa menilai. Rasanya akan sangat sulit bagi Presiden ataupun bagi tokoh-tokoh dari Partai Demokrat untuk berbicara karena keengganan masyarakat untuk melirik Partai Demokrat lebih besar. Jadi apa pun yang dikatakan soal Jokowi, masyarakat tak akan tertarik," kata Effendi.

Seperti diberitakan sebelumnya, di dalam sesi wawancara dengan Biro Pers Kepresidenan yang diunggah di Youtube, Preside SBY mengeluarkan pernyataan soal fenomena Jokowi. Saat itu, Presiden menjawab pertanyaan soal popularitas Jokowi dan beberapa kekhawatiran Jokowi akan didikte pihak lain dalam memimpin.

"Saya kira tidak keliru kalau rakyat punya harapan seperti itu (tidak bisa didikte). Karena itu, menjadi tantangan bagi Pak Jokowi atau siapa pun yang akan terpilih jadi presiden nanti, jangan mau didikte oleh siapa pun, apakah pemilik modal, pihak tertentu, apalagi pihak asing," kata SBY.

Presiden mengklaim bahwa hampir 10 tahun memimpin Indonesia, tidak ada yang bisa mendikte dirinya.

"Itu amanah saya, itu sikap saya. Tidak ada yang boleh mengontrol, mendikte seorang presiden dalam pengambilan keputusan, dalam bersikap, baik dalam urusan dalam negeri maupun luar negeri," ucap SBY.

Presiden mengaku mendengar pertanyaan apakah Jokowi betul-betul siap dan mampu untuk memimpin rakyat. Menurut SBY, saat ini rakyat tidak perlu langsung menganggap Jokowi tidak mampu. Namun, katanya, Jokowi juga perlu mendengar dan menjawab pandangan masyarakat itu.

"Sebaliknya, Pak Jokowi kalau mendengar apa yang hidup di kalangan rakyat (keraguan), ya bisa menyampaikan pikiran-pikiran, solusi, dan kebijakan yang akan dilakukan untuk atasi permasalahan bangsa yang begitu kompleks," kata SBY.