Entah kebetulan ataukah tidak dalam setiap kali kasus hukum, ketika nama KPK dituding terlibat, nama Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah tidak pernah absen. Di urutan kedua adalah nama Deputi Bidang Penindakan KPK Ade Raharja.
Setidaknya ada empat kasus hukum dalam kurun waktu tiga tahun ini nama Chandra M Hamzah selalu disebut sebagai pihak yang menerima uang suap, atau menghambat jalannya proses hukum yang seharusnya dilakukan oleh KPK.
Yang pertama adalah kasus penyuapan dengan aktor utamanya Anggodo Widjojo yang sempat bikin heboh di tahun 2009-2010 itu. Dalam kasus itu Anggodo mengaku bahwa dia telah memberi uang suap sejumlah Rp 6 miliar kepada dua pimpinan KPK Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Rp. 5 miliar diserahkan melalui Deputi Bidang Penindakan KPK Ade Raharja, dan Rp 1 miliar diserahkan langsung kepada Chandra. Uang suap itu diberikan supaya KPK menghentikan penyidikan kasus korupsi PT Masara Radiokom (milik Anggoro Widjojo, kakak Anggodo) dalam proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT).
Yang Kedua dan ketiga adalah kasus Nazaruddin yang masih terus bergulir ini. Ketika masih dalam status buronan, Nazaruddin pernah mengaku bahwa ada pertemuan rahasia antara Chandra M Hamzah, Ade Raharja, dan Anas Urbaningrum, agar kasus korupsi Wisma Atlet yang “telanjur” terbongkar ke publik itu hanya dibatasi sampai pada dirinya saja. Sebagai imbalannya, Anas cs akan mendukung mereka untuk tetap berada dalam jajaran pimpinan KPK. Tentu saja itu tidaklah gratis.
Kemudian pada tanggal 6 September 2011 lalu, Yulianis, Direktur Keuangan Grup Permai (milik Nazaruddin), dalam pemeriksaan terhadap dirinya di Komite Etik KPK, mengaku bahwa setiap hari boss-nya itu menerima rata-rata Rp 30 miliar dari berbagai perusahaan miliknya. Uang itu kemudian antara lain dibagi-bagikan kepada banyak pejabat tinggi tertentu. Yulianis tidak tahu secara detail kepada siapa saja uang-uang pelicin itu dibagi-bagikan, karena meskipun dia mencatat semua pengeluaran, Nazaruddin hanya memberi kode dengan inisial penerima-penerima uang tersebut. Salah satunya adalah penerima dengan kode inisial “CDR”, yang diduga salah seorang petinggi KPK.
Siapa itu CDR? Pada tanggal 8 September 2011 Nazaruddin yang mengakhiri masa bungkamnya kepada Komite Etik KPK mengaku bahwa CDR itu identik dengan Chandra M Hamzah. Dalam pengakuan lainnya, Nazar juga mengatakan bahwa dia pernah melakukan lima kali pertemuan rahasia dengan Chandra M Hamzah dan Ade Raharja dalam kaitannya dengan proyek e-KTP dan seragam baju hansip senilai Rp 7 triliun. Pertemuan-pertemuan itu dilakukan dimaksud untuk menyerahkan sejumlah uang dari pemilik perusahaan pemenang tender kedua proyek tersebut. Katanya, bagian Chandra US$100.000, yang belum sempat diserahkan.
Dalam dua kasus penyuapan dengan aktor utamanya Anggodo Widjojo dan Nazaruddin ini, entah ini juga kebetulan ataukah bukan, muncul informasi yang sama: Kedua pelaku penyuapan ini sama-sama ingin membunuh Chandra M Hamzah.
Sebenarnya, kalau mau dilihat dari urgensi membunuh Chandra, apa sih sebenarnya keuntungan bagi Anggodo dan Nazaruddin? Selain karena mungkin saking jengkelnya mereka berdua kepada Chandra?
Biasanya, kalau orang mau membunuh orang lain itu maksudnya adalah untuk membungkam selamanya orang tersebut. Karena orang tersebut menyimpan rahasia tertentu yang berbahaya bagi dirinya. Adakah syarat ini dipenuhi oleh Chandra? Apakah rahasia berbahaya yang dimiliki oleh Chandra yang dapat membahayakan Anggodo dan Nazaruddin? Justru sebaliknya, dua orang inilah yang sesungguhnya menyimpan rahasia yang berbahaya bagi reputasi Chandra sebagai seorang pimpinan KPK. Rahasia mana telah mereka ungkapkan menurut versi mereka.
*
Selain kasus-kasus penyuapan tersebut di atas, lagi-lagi nama Chandra M Hamzah pernah disebut-sebut, ketika KPK tidak kunjung melakukan pemeriksaan terhadap PT Garuda Indonesia. Padahal laporan-laporan dugaan terjadinya kasus korupsi di perusahaan penerbangan terbesar milik negara itu sudah dilaporkan lama sekali. Karena laporan-laporannya tak kunjung ditindaklanjuti KPK, maka Dewan Pimpinan Pusat Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia (Sekarga) pernah pada 18 April 2011 mendatangi dan menyerahkan suratnya kepada KPK yang menanyai nasib laporan mereka itu.
Ada tiga laporan dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia yang pernah disampaikan oleh Dewan Pimpinan Pusat Sekarga kepada KPK. Yakni, yang pertama, laporan tanggal 7 Januari 2009 tentang indikasi penyimpangan atas restrukturisasi kredit Garuda Indonesia di Bank BNI sebesar Rp. 270 miliar.
Dalam laporan itu antara lain disebutkan bahwa pada masa Abdulgani menjadi direktur utama Garuda, ada pinjaman Garuda di Bank BNI sebesar Rp 270 miliar dengan bunga pinjaman 1,5 persen per bulan. Tetapi dalam perjalanan pembayaran cicilan tersebut oleh direktur keuangan Garuda saat itu Emirsyah Satar (kini direktur utama Garuda) melakukan perubahan, sehingga bunga cicilan yang dibayar menjadi 2,5 persen per bulan. Diduga ada tindak pidana di sini.
Kedua, laporan tanggal 20 Januari 2010 tentang indikasi adanya penyimpangan biaya promosi Garuda.
Ketiga, laporan tanggal 15 Desember 2010 tentang indikasi penyimpangan pengelolaan sistem IT di Garuda. Semula biayanya sekitar Rp 1,3 miliar - Rp. 3 miliar per bulan ketika dikelola sendiri. Sejak 2005-2009 ketika dilakukan kerjasama dengan Lufthansa System biayanya melonjak menjadi Rp. 9,2 miliar per bulan. Lufthansa dinilai serikat pekerja Garuda bukanlah pemain di bidang bisnis IT penerbangan, dan dinilai gagal membangun sistem yang dijanjikan padahal dalam perjanjian dijanjikan upgrade sistem IT Garuda (matanews.com, 25 April 2011).
Namun anehnya, KPK tak kunjung bergerak. Ternyata, selama ini Garuda telah melakukan kerjasama dengan firma hukum Assegaf Hamzah & Rekan. Firma hukum tersebut menjadi konsultan hukum resmi dari Garuda Indonesia. Dan yang mengejutkan sekaligus membuat muncul dugaan penyebab tak kunjung bergeraknya KPK memeriksa Garuda adalah ternyata salah satu pendiri dan pemilik firma hukum itu adalah Chandra M Hamzah, sang Wakil Ketua KPK. Diduga kuat Chandra-lah sebagai penyebab terhambatnya KPK melakukan pemeriksaan terhadap Garuda.
Meskipun Chandra pernah membela diri dengan mengatakan bahwa dia sudah tidak lagi di firma hukum tersebut sejak menjadi Wakil Ketua KPK, tetapi apakah sungguh-sungguh setelah itu tidak ada kaitan sedikitpun antara dirinya dengan firma hukum yang dia didirikan itu? Apakah dengan keluar dari firma itu dijamin sedikitpun tidak ada konflik kepentingan di dalamnya ketika KPK harus memeriksa Garuda, sedangkan firma hukum tersebut masih menjadi rekanan Garuda?
Kalau pun benar demikian, lalu pertanyaannya: Kenapa KPK sedemikian lama tak kunjung mau memeriksa Garuda Indonesia? Padahal laporan-laporan yang masuk sudah cukup dijadikan bukti permulaannya?
*
Ketika Nazaruddin berhasil ditangkap dan dipulangkan dari Kolumbia pun, lagi-lagi nama Chandra M Hamzah menjadi perhatian.
Pertama, ketika Nazaruddin diserahkan kepada KPK. Dalam pernyataannya semula pihak KPK mengatakan bahwa Wakil Ketua KPK Chandara M Hamzah tetap diizinkan memeriksa Nazaruddin. Padahal nama Chandra ikut disebut-sebutkan Nazaruddiin sebagai penerima suap dari Nazaruddin. Bagaimana bisa Chandra ikut memeriksa dia?
Setelah muncul beberapa protes, barulah KPK meralat pernyataannya dengan mengatakan Chandra tidak diizinkan ikut memeriksa Nazaruddin.
Yang kedua adalah ketika segel tas Nazaruddin dibuka, dan isi tasnya dikeluarkan semuanya dalam jumpa pers yang dilakukan KPK. Pada waktu itu, lagi-lagi orang merasa janggal, kenapa Chandra M Hamzah ikut hadir dan duduk di sana. Bukankah, kala itu, ditenggarai pula isi tas tersebut berisi bukti-bukti antara lain tentang pertemuan rahasia Nazaruddin dengan dia?
Tetapi lepas dari boleh-tidaknya Chandra ikut hadir sewaktu tas tersebut dibuka di depan publik, kalau kita memperhatikan dengan saksama wajah-wajah pejabat yang hadir di sana, siapakah yang kelihatan sekali berwajah tegang? Bahkan sangat tegang?
Kebetulan saya memperhatikannya melalui siaran langsung televisi waktu itu. Dia yang berwajah sangat tegang waktu itu bukan orang lain, lagi-lagi adalah Chandra M Hamzah. Mungkin Anda tidak sempat memperhatikannya, tetapi dari wajah-wajah Chandra yang terekam di gambar yang saya sertakan di bawah ini bisa membuat Anda mengambil kesimpulan sendiri.
Kenapa Chandra setegang itu, kalau benar dan sungguh yakin tidak ada apa-apa antara dia dengan Nazaruddin, dengan semua isi barang di dalam tas tersebut? Sekarang, kembali ke pertanyaan awal: Apakah hanya kebetulan, kalau di hampir setiap kali kasus hukum yang menuding orang KPK itu terlibat, nama Chandra M Hamzah selalu disebut?
Apakah publik selama ini telah tertipu dengan pernah mendukung dan mengangkat sosok Chandra M Hamzah sebagai salah satu tokoh pahlawan terbersih pembasmi kejahatan korupsi? Apakah sedikitnya satu juta orang di Face Book yang pernah tergabung dalam “Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah” ternyata telah mendukung orang yang salah?
Apakah Chandra M Hamzah itu, musuh ataukah sahabat Koruptor? ***