Sudah hampir 2 tahun kegaduhan penerapan UU Minerba berlangsung sejak diterbitkan permen esdm nomor 7 tahun 2012 sampai dikeluarkanya PP nomor 1 tahun 2014,"Besok 12 Januari 2014, Undang-undang Minerba Nomor 4/2009 sampai dengan transisi 2014 mulai berlaku. Tim melaporkan kepada presiden tentang PP 2012 sebagai perintah UU No 4/2009, perlunya membuat PP untuk melaksanakan UU No 4/2009 itu. Pada dasarnya PP untuk melakukan UU itu dan jiwa untuk menambah nilai tambah. Sejak 12 Januari 2014, jam 00.00 tidak lagi dibenarkan mineral mentah untuk kita ekspor, dalam arti harus dilakukan pengolahan dan pemurnian," tutur Hatta di Puri Cikeas, Jakarta, Sabtu (11/01/2014). Dan menurut Menteri ESDM Jero wacik, PP dengan Nomor 01/2014 telah ditandatangani oleh Presiden SBY.
Sebenarnya sejak SBY meminta Yusril untuk memberikan masukan terkait implementasi UU Minerba,"Tadi Pak Presiden meminta, Pak Yusril, coba disampaikan kepada instansti terkait bagaimana mengatasi keadaan ini, mudah-mudahan bisa diatasi. Artinya bagaimana sedikit bisa melunakkan atau melonggarkan aturan itu, sehingga tidak terjadi kerugian yang lebih besar bagi negara kita," kata Yusril seusai pertemuan dengan Presiden di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (24/12/2013), dan twit Yusril Ihza Mahendra (@Yusrilihza_Mhd) 6/1/2014 "Yusril: Freeport dan Newmont Terselamatkan dari UU Minerba http://t.co/1dXrDaNEju" arahnya sudah jelas siapa yang akan diselamatkan. Dan klimaksnya bahwa pemerintah telah memberikan kelonggaran bagi pelaku usaha di tembaga dengan memberikan batasan pengolahan yang dapat di ekspor hanya sebatas konsentrat tembaga dengan bocoran draft permen ESDM yang saya dapat dari IMA (mining@indo.net.id) untuk kadar Cu 15%.
Menyambung twit diatas, memang Yusril telah Berbicara di Forum Dialog UU Minerba di Hotel Sahid Jakarta 6 januari 2014. Dan lebih dipertegas lagi dalam kultwit sehari sebelum pemerintah mengumumkan pemberlakuan larangan eskport 12 januari 2014.
Yusril Ihza Mahendra (@Yusrilihza_Mhd) tweeted at 9:38 AM on Fri, Jan 10, 2014: Saya sudah sampaikan masukan saya mengenai masalah larangan ekspor raw materil dalam UU Minerba dan peraturan pelaksananya. Masukan itu saya sampaikan dalam bentuk surat kepada Presiden dan ditembuskan ke Menko Perekonomian dan menteri2 terkait, tgl 7 Januari.
Dalam twitnya Yusril juga menyatakan bahwa Solusi ini dimulai dari memberikan tafsir atas istilah "pengolahan dan pemurnian" dalam UU Minerba yg selama ini tdk jelas apa maknanya. Pengolahan ditafsirkan sebagai pengolahan dari raw material untk menghasilkan konsentrat. Sedangkan pemurnian ditafsirkan sebagai pengolahan dari konsentrat menjadi solid metal atau logam mineral terentu. Dengan perubahan ini, maka ekspor raw material tetap dilarang, namun ekspor hasil pengolahan dlm bentuk konsentrat dibolehkan.
Untuk definisi ini, saya yang pernah kuliah dijurusan tambang, sepakat bahwa definisi pengolahan dan pemurnian memang berbeda, dimana Pengolahan bahan galian (mineral beneficiation/mineral processing/mineral dressing) adalah suatu proses pengolahan dengan memanfaatkan perbedaan-perbedaan sifat fisik bahan galian untuk memperoleh konsentrat bahan galian yang bersangkutan. Sedangkan pemurnian atau Metalurgi ekstraktif adalah proses yang digunakan untuk memisahkan logam berharga dalam konsentrat dari material lain, sehingga sesuai dengan syarat-syarat komersial. Sehingga syah-syah saja kalau ekspor raw material tetap dilarang, namun ekspor hasil pengolahan dlm bentuk konsentrat dibolehkan. Sehingga pendapat Yusril untuk definisi tersebut sebenarnya tidak ada yang aneh, tetapi keanehan muncul ketika Yusril menyampaikan dalam twitnya,"Disamping itu ada mineral tertentu yg tidak mengalami pengolahan utk hasilkan konsentrat, tapi langsung dimurnikan spt bauksit".
Mengapa Yusril menyingung bauksit dalam twitnya yang menurutnya bauksit harus langsung dimurnikan. Jelas ini yang sebenarnya menjadi pertanyaan saya, mengingat pelaku ekspor bauksit juga banyak dan pasti akan menuntut agar diperlakukan sama dengan konsentrat tembaga.
Para pelaku usaha eskport bijih bauksit, tentu sangat faham dengan hal ini, karena yang banyak di eskport selama ini adalah washed bauxite (wbx), yaitu ore bauksit (crude bauxite atau cbx) yang telah mengalami proses pencucian atau berupa produk bijih olahan hasil proses benefisiasi atau mineral dressing (kadar Al2O3 sudah diatas 45%), dan kalau dibandingkan dengan konsentrat tembaga tidaklah berbeda, karena produk konsentrat tembaga juga merupakan bentuk bijih (ores), yang telah dipisahkan dari pengotornya melalui proses flotasi dan dalam bocoran draft batasannya minimum Cu 15% sudah boleh dieskport.
Disini jelas akan menjadi perdebatan dan akan dipertanyakan mengapa seolah-olah konsentrat tembaga diperlakukan khusus dalam rancangan peraturan tersebut, yang tentunya orang awam akan melihatnya pada kedua perusahaan asing terbesar di Indonesia yaitu Freeport dan Newmont, walaupun ada juga pemilik IUP yang menikmati kebijakan tersebut sebagai "generalisasi" sebuah kebijakan agar tidak terkesan memihak sepihak yaitu dengan diambil batasan konsetrat tembaga yang boleh dieskpor lebih rendah dari kualitas konsentrat yang dimiliki Freeport dan Newmont yaitu minimal kadar Cu 15% agar bias mengakomodir pemilik IUP lainya. Sementara untuk kelonggaran sampai tahun 2017 sudah pernah saya tulis dalam artikel saya berjudul "UU Minerba Terus Dimandulkan sampai 2017", ini linknya http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/11/08/uu-minerba-terus-dimandulkan-606257.html
Yusril juga dalam twitnya jelas tidak menyingung nikel ore, karena memang produk ore nikel yang selama ini dieksport adalah murni raw material atau ore yang belum melalui proses pengolahan, sehingga tidak masuk dalam kategori konsentrat dan juga definisi pengolahan. Disamping itu untuk nikel sudah sangat diakomodir di Permen ESDM no 20 tahun 2013 dimana batasan minimum kadarnya untuk Nikel sudah sangat kecil yaitu 4%, dimana Nikel Pig iron dengan kadar minimum 4% sudah bias di eskport, dan ini sudah direvisi dari permen esdm no 7 tahun 2012 dimana sebelumnya batasanya harusnya kadar minimumnya 6%. Untuk lebih lengkap terkait Kultwit Yusril bias di klik link ini http://chirpstory.com/li/181929. Dengan kondisi ini jelas, peluang yang masih mungkin untuk diperdebatkan adalah untuk konsentrat bauksit, kita lihat saja perkembanganya, kita tunggu bagaimana sikap pemerintah dan DPR menyikapi hal ini, jika para pengusaha bauksit melakukan protes atau mempertanyakan hal tersebut. (Penulis adalah wakil ketua bidang pengembangan profesi Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi)).
Penulis : Risono Cirebon
Sebenarnya sejak SBY meminta Yusril untuk memberikan masukan terkait implementasi UU Minerba,"Tadi Pak Presiden meminta, Pak Yusril, coba disampaikan kepada instansti terkait bagaimana mengatasi keadaan ini, mudah-mudahan bisa diatasi. Artinya bagaimana sedikit bisa melunakkan atau melonggarkan aturan itu, sehingga tidak terjadi kerugian yang lebih besar bagi negara kita," kata Yusril seusai pertemuan dengan Presiden di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (24/12/2013), dan twit Yusril Ihza Mahendra (@Yusrilihza_Mhd) 6/1/2014 "Yusril: Freeport dan Newmont Terselamatkan dari UU Minerba http://t.co/1dXrDaNEju" arahnya sudah jelas siapa yang akan diselamatkan. Dan klimaksnya bahwa pemerintah telah memberikan kelonggaran bagi pelaku usaha di tembaga dengan memberikan batasan pengolahan yang dapat di ekspor hanya sebatas konsentrat tembaga dengan bocoran draft permen ESDM yang saya dapat dari IMA (mining@indo.net.id) untuk kadar Cu 15%.
Menyambung twit diatas, memang Yusril telah Berbicara di Forum Dialog UU Minerba di Hotel Sahid Jakarta 6 januari 2014. Dan lebih dipertegas lagi dalam kultwit sehari sebelum pemerintah mengumumkan pemberlakuan larangan eskport 12 januari 2014.
Yusril Ihza Mahendra (@Yusrilihza_Mhd) tweeted at 9:38 AM on Fri, Jan 10, 2014: Saya sudah sampaikan masukan saya mengenai masalah larangan ekspor raw materil dalam UU Minerba dan peraturan pelaksananya. Masukan itu saya sampaikan dalam bentuk surat kepada Presiden dan ditembuskan ke Menko Perekonomian dan menteri2 terkait, tgl 7 Januari.
Dalam twitnya Yusril juga menyatakan bahwa Solusi ini dimulai dari memberikan tafsir atas istilah "pengolahan dan pemurnian" dalam UU Minerba yg selama ini tdk jelas apa maknanya. Pengolahan ditafsirkan sebagai pengolahan dari raw material untk menghasilkan konsentrat. Sedangkan pemurnian ditafsirkan sebagai pengolahan dari konsentrat menjadi solid metal atau logam mineral terentu. Dengan perubahan ini, maka ekspor raw material tetap dilarang, namun ekspor hasil pengolahan dlm bentuk konsentrat dibolehkan.
Untuk definisi ini, saya yang pernah kuliah dijurusan tambang, sepakat bahwa definisi pengolahan dan pemurnian memang berbeda, dimana Pengolahan bahan galian (mineral beneficiation/mineral processing/mineral dressing) adalah suatu proses pengolahan dengan memanfaatkan perbedaan-perbedaan sifat fisik bahan galian untuk memperoleh konsentrat bahan galian yang bersangkutan. Sedangkan pemurnian atau Metalurgi ekstraktif adalah proses yang digunakan untuk memisahkan logam berharga dalam konsentrat dari material lain, sehingga sesuai dengan syarat-syarat komersial. Sehingga syah-syah saja kalau ekspor raw material tetap dilarang, namun ekspor hasil pengolahan dlm bentuk konsentrat dibolehkan. Sehingga pendapat Yusril untuk definisi tersebut sebenarnya tidak ada yang aneh, tetapi keanehan muncul ketika Yusril menyampaikan dalam twitnya,"Disamping itu ada mineral tertentu yg tidak mengalami pengolahan utk hasilkan konsentrat, tapi langsung dimurnikan spt bauksit".
Mengapa Yusril menyingung bauksit dalam twitnya yang menurutnya bauksit harus langsung dimurnikan. Jelas ini yang sebenarnya menjadi pertanyaan saya, mengingat pelaku ekspor bauksit juga banyak dan pasti akan menuntut agar diperlakukan sama dengan konsentrat tembaga.
Para pelaku usaha eskport bijih bauksit, tentu sangat faham dengan hal ini, karena yang banyak di eskport selama ini adalah washed bauxite (wbx), yaitu ore bauksit (crude bauxite atau cbx) yang telah mengalami proses pencucian atau berupa produk bijih olahan hasil proses benefisiasi atau mineral dressing (kadar Al2O3 sudah diatas 45%), dan kalau dibandingkan dengan konsentrat tembaga tidaklah berbeda, karena produk konsentrat tembaga juga merupakan bentuk bijih (ores), yang telah dipisahkan dari pengotornya melalui proses flotasi dan dalam bocoran draft batasannya minimum Cu 15% sudah boleh dieskport.
Disini jelas akan menjadi perdebatan dan akan dipertanyakan mengapa seolah-olah konsentrat tembaga diperlakukan khusus dalam rancangan peraturan tersebut, yang tentunya orang awam akan melihatnya pada kedua perusahaan asing terbesar di Indonesia yaitu Freeport dan Newmont, walaupun ada juga pemilik IUP yang menikmati kebijakan tersebut sebagai "generalisasi" sebuah kebijakan agar tidak terkesan memihak sepihak yaitu dengan diambil batasan konsetrat tembaga yang boleh dieskpor lebih rendah dari kualitas konsentrat yang dimiliki Freeport dan Newmont yaitu minimal kadar Cu 15% agar bias mengakomodir pemilik IUP lainya. Sementara untuk kelonggaran sampai tahun 2017 sudah pernah saya tulis dalam artikel saya berjudul "UU Minerba Terus Dimandulkan sampai 2017", ini linknya http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/11/08/uu-minerba-terus-dimandulkan-606257.html
Yusril juga dalam twitnya jelas tidak menyingung nikel ore, karena memang produk ore nikel yang selama ini dieksport adalah murni raw material atau ore yang belum melalui proses pengolahan, sehingga tidak masuk dalam kategori konsentrat dan juga definisi pengolahan. Disamping itu untuk nikel sudah sangat diakomodir di Permen ESDM no 20 tahun 2013 dimana batasan minimum kadarnya untuk Nikel sudah sangat kecil yaitu 4%, dimana Nikel Pig iron dengan kadar minimum 4% sudah bias di eskport, dan ini sudah direvisi dari permen esdm no 7 tahun 2012 dimana sebelumnya batasanya harusnya kadar minimumnya 6%. Untuk lebih lengkap terkait Kultwit Yusril bias di klik link ini http://chirpstory.com/li/181929. Dengan kondisi ini jelas, peluang yang masih mungkin untuk diperdebatkan adalah untuk konsentrat bauksit, kita lihat saja perkembanganya, kita tunggu bagaimana sikap pemerintah dan DPR menyikapi hal ini, jika para pengusaha bauksit melakukan protes atau mempertanyakan hal tersebut. (Penulis adalah wakil ketua bidang pengembangan profesi Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi)).
Penulis : Risono Cirebon