Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr |
Tahun 2018, Keuskupan Larantuka merefleksikan pentingnya solidaritas di antara jemaat Gereja guna membangun Gereja umat Allah yang mandiri, menarik dan misioner. Sejak lama Gereja Katolik Larantuka yang menerima evangelisasi dari misionaris Eropa memiliki ketergantungan yang besar pada donasi umat dari tanah seberang, baik personil misionaris maupun dana. Degradasi kehidupan beragama di Eropa yang ditandai dengan merebaknya pengaruh sekularisme, agnostisisme dan ateisme berdampak pada besaran sumbangan umat Eropa kepada dunia Timur, termasuk Keuskupan Larantuka. Kondisi ini menuntut setiap Gereja lokal untuk bisa mandiri, mengurangi ketergantungannya pada sumbangan pihak luar.
Akhir-akhir ini kita sering mendengar banyaknya keluhan umat tentang macam-macam iuran / pungutan Gereja. Ada dana solidaritas, dana pembangunan, dana pendidikan calon imam, dana per jiwa, dsb. Dana yang terkumpul digunakan untuk kepentingan Gereja, khususnya dalam upayanya untuk mengembangkan karya-karya amal kasih di tengah dunia. Iuran / pungutan Gereja dilakukan secara berjenjang, dimulai dari KBG / KUB, diteruskan ke Paroki dan dilanjutkan ke Keuskupan. Biasanya telah dibedakan manfaat dana yang terkumpul sesuai dengan nama iuran / pungutannya. Adakah yang salah dengan iuran / pungutan ini?
Akhir-akhir ini kita sering mendengar banyaknya keluhan umat tentang macam-macam iuran / pungutan Gereja. Ada dana solidaritas, dana pembangunan, dana pendidikan calon imam, dana per jiwa, dsb. Dana yang terkumpul digunakan untuk kepentingan Gereja, khususnya dalam upayanya untuk mengembangkan karya-karya amal kasih di tengah dunia. Iuran / pungutan Gereja dilakukan secara berjenjang, dimulai dari KBG / KUB, diteruskan ke Paroki dan dilanjutkan ke Keuskupan. Biasanya telah dibedakan manfaat dana yang terkumpul sesuai dengan nama iuran / pungutannya. Adakah yang salah dengan iuran / pungutan ini?