JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia menilai dalam kondisi perekonomian saat ini idealnya defisit di neraca transaksi berjalan (current acount) ada di level 1,7 persen. Diakui surplus neraca akan sulit terjadi tetapi neraca tersebut diharapkan setidaknya bersifat sustainable dan tak semata memburu angka pertumbuhan ekonomi.
"Kami mengharapkan yang sustainable itu (defisit) current account antara 0,25 persen sampai 2,5 persen. BI melihat (defisit tahun ini) sampai 1,7 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, di sela acara Kompas 100 CEO, Rabu (27/11/2013).
Sebelumnya, dalam forum yang dihadiri para ekonom, politisi, dan sejumlah menteri itu, Agus mengatakan Indonesia perlu memberikan ruang defisit. Namun, ujar dia, defisit itu perlu diarahkan ke level yang lebih sustainable.
Saat ini defisit neraca transaksi berjalan masih di atas 3 persen. Meski demikian, Agus mengatakan sudah ada kemajuan besar dari capaian angka itu. "Defisit 3,8 persen ini kemajuan yang bagus dibanding 4,4 persen (pada triwulan lalu)," kata dia.
Agus pun mengatakan nominal defisit sebesar 8,4 miliar dollar saat ini dibandingkan 9,8 miliar dollar pada triwulan lalu juga kentara memperlihatkan upaya perbaikan telah dilakukan. Namun, ujar dia, tetap saja itu angka yang besar.
Apalagi nilai total defisit masih mencapai 32 miliar dollar AS. "Dibandingkan (nilai defisit) 24 miliar dollar AS (pada tahun lalu), terjadi peningkatan," ujar Agus.
Untuk merealisasikan target defisit 1,7 persen pada neraca transaksi berjalan, kata Agus, Indonesia perlu memastikan masuknya lebih banyak investasi bersifat permanen atau jangka panjang. Misalnya, sebut dia, investasi asing langsung (FDI) dan industri dari hulu ke hilir dengan orientasi ekspor.
"(Penanganan) CAD (current account deficit) ini tidak boleh ditunda lagi. Ini Indonesia sedang bertransisi dari lower middle income country ke upper middle country," papar Agus. Dalam fase transisi ini, ujar dia, ekspansi kelas menengah akan berlanjut dan semakin besar. "Permintaan barang dan jasa juga akan lebih beragam."
Di sisi lain, kata Agus, Indonesia perlu mengendalikan impor yang tidak prioritas. Neraca transaksi berjalan, kata Agus, harus diakui sangat sulit surplus sekarang. Namun, tegas dia, setidaknya neraca tersebut sustainabe. "Stability over growth. Agar tidak terjadi pertumbuhan ekonomi seperti negara lain (yang) sekarang tinggi sekali, tapi besok jatuh," papar dia.
Penulis: Estu Suryowati