Kemunculan Romo Patrisius Neonub, Pr., atau yang lebih dikenal dengan persona digital Patris Allegro, tidak dapat dilepaskan dari konteks disrupsi informasi yang melanda jagat maya Indonesia dalam satu dekade terakhir. Di tengah banjir informasi yang acapkali dangkal dan provokatif, agama tidak lagi sekadar menjadi ruang perjumpaan spiritual, melainkan telah bergeser menjadi medan tempur wacana yang sangat tajam. Narasi-narasi sejarah yang terdistorsi serta kesalahpahaman doktrinal yang masif menyebar melalui media sosial, sering kali tanpa penyaring yang memadai. Dalam situasi inilah, kehadiran seorang klerus yang mampu mengartikulasikan iman melalui pendekatan intelektual yang tangguh menjadi sebuah keniscayaan sosiologis bagi umat Katolik.
Fenomena ini menandai adanya pergeseran paradigma dalam peran klerus di ruang publik, di mana figur imam tidak lagi hanya berfungsi sebagai pemimpin liturgis atau penasihat moral di dalam tembok gereja. Patris Allegro muncul sebagai representasi dari kebutuhan umat akan sosok apologet yang mampu berdiri di baris terdepan dalam diskursus intelektual digital. Dengan gaya bahasa yang lugas dan dinamis, beliau berhasil mengubah persepsi tentang cara membela iman, yakni dari cara-cara yang defensif-sentimental menuju pendekatan yang ofensif-logis. Hal ini memberikan warna baru dalam lanskap gerejawi Indonesia, di mana kecerdasan intelektual dipandang sebagai sarana yang sama pentingnya dengan kesalehan rohani dalam mewartakan kebenaran.