Mata Uang China |
Oleh
J. Soedrajad Djiwandono
(Guru Besar Ekonomi Emeritus Universitas Indonesia )Dalam tulisan di kolom opini harian ini, 13 Mei 2020, saya sudah membahas rencana uji coba penggunaan mata uang China renminbi (RMB) digital atau eRMB dan sejumlah permasalahan terkait.
Sebelumnya, saya juga sudah dua kali membahas permasalahan mata uang digital (digital currancy atau crypto currency) di kolom opini, yakni ”Bitcoin yang Menghebohkan” (Kompas,12/12/2017) dan ”Bitcoin Memang Bikin Ribet” (Kompas, 30/1/2018). Permasalahan ini terus bergulir dan kali ini saya ingin melanjutkan pembahasan saya.
South China Morning Post (SCMP, 5/5/2020) menurunkan tulisan Shannon van Sant yang berpendapat serupa dengan yang saya perkirakan bahwa kalau eRMB diperkenalkan, untuk sementara akan beredar dua macam RMB, dalam bentuk uang kertas yang sekarang dan dalam bentuk digital. Menurut penulis tersebut, sementara orang boleh menukarkan RMB yang dimiliki, baik dalam uang kertas maupun dalam dana yang disimpan dalam rekening di bank, ke dalam eRMB. Dengan demikian selain bahwa nilai eRMB dikaitkan (pegged) dengan uang kertas RMB, keduanya menjadi uang resmi dalam sistem pembayaran di China. Penukaran ini juga boleh dilakukan untuk semua uang yang dimiliki masyarakat dalam saldo mereka pada WeChat, Alipay, serta sistem aplikasi pembayaran yang lain.