Ilustrasi Dinasti Politik |
Oleh
Moch Nurhasim
(Peneliti pada Pusat Penelitian Politik LIPI)
Dominannya politik kekerabatan dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia bukanlah isu baru. Ini semua sebagai dampak dari mandeknya proses kaderisasi partai kita sehingga politik kekerabatan telah mengisi ruang kosong proses kaderisasi politik di era Reformasi. Bedanya, di era Orde Baru ada ”konsentrasi” politik kekerabatan pada sedikit orang, sementara di era Reformasi politik kekerabatan telah meluas hingga tingkat paling rendah (hingga desa).
Fenomena calon kepala daerah yang diisi oleh kerabat politik di tingkat nasional dan lokal menandakan perkembangan politik kita terjebak orientasi dangkal. Pertimbangan kalah menang dalam pilkada jauh lebih menonjol ketimbang perhitungan penyiapan kader-kader politik secara jangka panjang.
Akibatnya, pengisian jabatan-jabatan politik yang penting tak bisa lepas dari kepentingan politik keluarga. Sebut saja beberapa nama yang maju pada pilkada 9 Desember 2020 mendatang, yaitu Gibran Rakabuming Raka (putra Presiden Jokowi), Hanindhito Himawan Pramono (putra Sekretaris Kabinet PramonoAnung), SitiNur Azizah (putri Wakil Presiden Ma’ruf Amin), dan sejumlah keluarga tokoh politik tingkat nasional hingga lokal.